Sabtu, 27 Desember 2014

Penyimpangan Bahasa Indonesia Pada Media Cetak



ANALISIS PENYIMPANGAN BAHASA INDONESIA PADA MEDIA CETAK


BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari pemakaian bahasa. Dengan bahasa seseorang dapat mengungkapkan ide, gagasan, pikiran, dan keinginan dalam menyampaikan pendapat dan informasi. Bahasa sebagai alat untuk interaksi antarmanusia dalam masyarakat memiliki sifat sosial yaitu pemakaian bahasa digunakan oleh setiap lapisan masyarakat. Bahasa bukan individual yang hanya dapat dipakai dan dipahami oleh penutur saja akan tetapi, pemakaian bahasa akan lebih tepat bila antara penutur dan mitra tutur saling memahami makna tutur.
Bagi para penulis dan jurnalis (wartawan), bahasa adalah senjata, dan kata-kata adalah pelurunya. Mereka tidak mungkin bisa memengaruhi pikiran, suasana hati, dan gejolak perasaan pembaca, pendengar, atau pemirsanya, jika tidak menguasai bahasa jurnalistik dengan baik dan benar
Penulisan berita di media massa menggunakan bahasa jurnalistik yang disyaratkan tampil menarik, variatif, segar, berkarakter. Selain itu, ia juga harus senantiasa tampil ringkas dan lugas, logis, dinamis, demokratis. Dalam bahasa jurnalistik, setiap kata harus bermakna, bertenaga, dan bercita rasa.
Kebanyakan penulisan berita di media massa sering terdapat penyimpangan-penyimpangan dari kaidah penulisan tata bahasa yang benar. Karena alasan menarik, variatif, segar, berkarakter itulah yang menyebabkan penulisan berita di media massa tidak sesuai dengan kaidah penulisan tata bahasa yang benar.
Sebagai masyarakat Indonesia tentunya kita menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, yang berfungsi sebagai alat komunikasi mempunyai peran sebagai penyampai informasi. Namun, pemakaian bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari mulai bergeser digantikan oleh pemakaian bahasa anak remaja yang dikenal dengan bahasa gaul. Interferensi bahasa gaul kadang muncul dalam penggunaan bahasa Indonesia dalam situasi resmi yang mengakibatkan penggunaan bahasa tidak baik dan tidak benar.
Sehubungan dengan semakin maraknya penggunaan bahasa gaul yang digunakan oleh sebagian masyarakat modern, perlu adanya tindakan dari semua pihak yang peduli terhadap eksistensi bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional, bahasa persatuan, dan bahasa pengantar dalam dunia pendidikan.


B.     RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan sebuah permasalahan yaitu penyimpangan penulisan dan penggunaan bahasa jurnalistik terhadap kaidah penulisan Bahasa Indonesia yang benar. Dengan beberapa pertanyaan yang terkait dengan permasalahan itu :
1.      Apa ciri-ciri bahasa jurnalistik?
2.      Apa penyebab terjadinya penyimpangan bahasa pada bahasa jurnalistik?
3.      Apa bentuk penyimpangan bahasa jurnalistik terhadap kaidah penulisan bahasa baku ?
4.      Mengapa masyarakat sering menggunakan bahasa gaul daripada menggunakan Bahasa Indonesia baku?
5.      Apa yang menyebabkan masyarakat lebih cepat menyerap bahasa gaul daripada Bahasa Indonesia baku?
6.      Apa dampak positif dan negatif dari penggunaan bahasa gaul bagi masyarakat, khususnya para remaja?
7.      Bagaimana upaya kita agar penggunaan Bahasa Indonesia tidak tergeser oleh bahasa gaul?

C.     TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah :
1.      Mengetahui bentuk ragam bahasa jurnalistik dan ciri-cirinya.
2.      Mengetahui penyebab terjadinya penyimpangan pada bahasa jurnalistik.
3.       Mengetahui bentuk penyimpangan-penyimpangan pada bahasa jurnalistik
4.      Mengetahui ciri-ciri bahasa gaul
5.      Mengetahui faktor dan dampak dari penggunaan bahasa gaul di kalangan remaja
6.      Penelitian ini diharapkan akan meningkatkan mutu bahasa Indonesia agar tidak tergeser oleh bahasa gaul

D.    MAFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini, diharapkan bisa memberikan informasi kepada masyarakat, khususnya  remaja tentang pengaruh bahasa gaul yang akan menggeser bahasa indonesia. Serta dampak negatif dan positif penggunaan bahasa gaul di lingkungan remaja. Sehingga timbul upaya masyarakat khususnya remaja untuk tetap menjaga dan melestarikan Bahasa Indonesia.


BAB II
KAJIAN TEORI

A.     Sejarah Bahasa Indonesia
"Kami, putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia", demikianlah bunyi alenia ketiga sumpah pemuda yang telah dirumuskan oleh para pemuda yang kemudian menjadi pendiri bangsa dan negara Indonesia. Bunyi alenia ketiga dalam ikrar sumpah pemuda itu jelas bahwa yang menjadi bahasa persatuan bangsa Indonesia adalah bahasa Indonesia. Kita sebagai bagian bangsa Indonesia sudah selayaknya menjunjung tinggi bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.

Bahasa Indonesia ialah bahasa yang terpenting di kawasan republik kita. Dengan menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar, berarti kita telah menjunjung tinggi bahasa persatuan seperti yang diikrarkan dalam sumpah pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.

Dewasa ini pemakaian bahasa Indonesia baik dalam kehidupan sehari-hari mulai bergeser digantikan dengan pemakaian bahasa anak remaja yang dikenal dengan bahasa gaul. Interferensi bahasa gaul kadang muncul dalam penggunaan bahasa Indonesia dalam situasi resmi yang mengakibatkan penggunaan bahasa tidak baik dan tidak benar.
B.     Ciri-ciri Bahasa Jurnalistik
Bahasa jurnalistik merupakan bahasa komunikasi massa sebagai tampak dalam harian-harian surat kabar dan majalah. Dengan fungsi yang demikian itu bahasa jurnalistik  itu harus jelas dan mudah dibaca dengan tingkat ukuran intelektual minimal. Menurut JS Badudu (1988) bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu singkat, padat, sederhana, lugas, menarik, lancar dan jelas. Sifat-sifat itu harus dimiliki oleh bahasa pers, bahasa jurnalistik, mengingat surat kabar dibaca oleh semua lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya.


Oleh karena itu beberapa ciri yang harus dimiliki bahasa jurnalistik di antaranya:
1.      Singkat, artinya bahasa jurnalistik harus menghindari penjelasan yang panjang dan bertele-tele.
2.      Padat, artinya bahasa jurnalistik yang singkat itu sudah mampu menyampaikan informasi yang lengkap. Semua yang diperlukan pembaca sudah tertampung didalamnya. Menerapkan prinsip 5 wh, membuang kata-kata mubazir dan menerapkan ekonomi kata.
3.      Sederhana, artinya bahasa pers sedapat-dapatnya memilih kalimat tunggal dan sederhana, bukan kalimat majemuk yang panjang, rumit, dan kompleks. Kalimat yang efektif, praktis, sederhana pemakaian kalimatnya, tidak berlebihan pengungkapannya (bombastis)
4.      Lugas, artinya bahasa jurnalistik mampu menyampaikan pengertian atau makna informasi secara langsung dengan menghindari bahasa yang berbunga-bunga .
5.      Menarik, artinya dengan menggunakan pilihan kata yang masih hidup, tumbuh, dan berkembang. Menghindari kata-kata yang sudah mati.
6.      Jelas, artinya informasi yang disampaikan jurnalis dengan mudah dapat dipahami oleh khalayak umum (pembaca). Struktur kalimatnya tidak menimbulkan penyimpangan/pengertian makna yang berbeda, menghindari ungkapan bersayap atau bermakna ganda (ambigu). Oleh karena itu, seyogyanya bahasa jurnalistik menggunakan kata-kata yang bermakna denotatif.

C. Penyebab Terjadinya Penyimpangan pada Bahasa Jurnalistik
Di awal tahun 1980-an terbersit berita bahwa bahasa Indonesia di media massa menyimpang dari kaidah bahasa Indonesia baku. Roni Wahyono (1995) menemukan kemubaziran bahasa wartawan di Semarang dan Yogyakarta pada aspek gramatikal (tata bahasa), leksikal (pemilihan kosakata) dan ortografis (ejaan). Berdasarkan aspek kebahasaan, kesalahan tertinggi yang dilakukan wartawan terdapat pada aspek gramatikal dan kesalahan terendah pada aspek ortografi. Berdasarkan jenis berita, berita olahraga memiliki frekuensi kesalahan tertinggi dan frekuensi kesalahan terendah pada berita kriminal.   
Penyebab terjadinya penyimpangan bahasa jurnalistik terhadap kaidah penulisan tata bahasa baku adalah minimnya penguasaan kosa kata, pengetahuan kebahasaan yang terbatas, keterbatasan waktu untuk menulis, banyaknya naskah yang dikoreksi, dan tidak tersedianya redaktur bahasa dalam surat kabar (Dad Murniah, 2007). Pendapat ini juga selaras dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh Lembaga Pers Dr. Soetomo.
“Penyebab wartawan melakukan kesalahan bahasa dari faktor penulis karena minimnya penguasaan kosa kata, pengetahuan kebahasaan yang terbatas, dan kurang bertanggung jawab terhadap pemakaian bahasa, karena kebiasaan lupa dan pendidikan yang belum baik. Selain itu, Persaingan menjadi yang tercepat dalam menyajikan berita, keterbatasan durasi atau tempat, dan tidak tersedianya redaktur bahasa adalah beberapa penyebab terjadinya kesalahan penggunaan bahasa di berita media massa. Pimpinan atau pemilik perusahaan pers seharusnya memberi perhatian serius pada persoalan ini. (lpds, 2009)
D.  Bentuk Penyimpangan Bahasa Jurnalistik Terhadap Kaidah Penulisan Bahasa Baku
      Menurut Abdul Wahid (2011), terdapat beberapa penyimpangan bahasa jurnalistik dibandingkan dengan kaidah bahasa Indonesia baku:
1.      Peyimpangan morfologis.
Peyimpangan ini sering terjadi dijumpai pada judul berita surat kabar yang memakai kalimat aktif, yaitu pemakaian kata kerja tidak baku dengan penghilangan afiks yang berupa prefiks “Afiks adalah bentuk atau morfem terikat yang dipakai untuk menurunkan kata, prefiks adalah afiks yang diletakkan didepan kata dasar” (Hasan Alwi, 2003: 31). Kita sering menemukan judul berita misalnya, Polisi Tembak Mati Lima Perampok Nasabah Bank. Israil Tembak Pesawat Mata-mata. Amerika Bom Lagi Kota Bagdad.
2.      Kesalahan sintaksis.
Kesalahan sintaksis berupa pemakaian tatabahasa atau struktur kalimat yang kurang benar sehingga sering mengacaukan pengertian “sintaksis adalah struktur kalimat yang meliputi sujek, predikat, odjek, pelengkap dan keterangan”(Hasan Alwi, 2003: 326). Hal ini disebabkan logika yang kurang bagus. Contoh: Kerajinan Kasongan Banyak Diekspor Hasilnya Ke Amerika Serikat. Seharusnya Judul tersebut diubah Hasil Kerajinan Desa Kasongan Banyak Diekspor Ke Amerika. Kasus serupa sering dijumpai baik di koran lokal maupun koran nasional.
3.      Kesalahan kosakata.
Kesalahan ini sering dilakukan dengan alasan kesopanan (eufemisme) atau meminimalkan dampak buruk pemberitaan. Contoh: Penculikan Mahasiswa Oleh Oknum Kopasus itu Merupakan Pil Pahit bagi ABRI. Seharusnya kata Pil Pahit diganti kejahatan. Dalam konflik Dayak- Madura, jelas bahwa yang bertikai adalah Dayak dan Madura, tetapi wartawan tidak menunjuk kedua etnis secara eksplisit. Bahkan di era rezim Soeharto banyak sekali kosakata yang diekspose merupakan kosakata yang menekan seperti GPK, subversif, aktor intelektual, ekstrim kiri, ekstrim kanan, golongan frustrasi, golongan anti pembangunan, dll. Bahkan di era kebebasan pers seperti sekarang ini, kecenderungan pemakaian kosakata yang bias makna semakin banyak.
4.      Kesalahan ejaan.
Kesalahan ini hampir setiap kali dijumpai dalam surat kabar. Koran Tempo yang terbit 2 April 2001 yang lalu tidak luput dari berbagai kesalahan ejaan. Kesalahan ejaan juga terjadi dalam penulisan kata, seperti: Jumat ditulis Jum’at, khawatir ditulis hawatir, jadwal ditulis jadual, sinkron ditulis singkron, dll.
5.      Kesalahan pemenggalan.
Terkesan setiap ganti garis pada setiap kolom kelihatan asal penggal saja. Kesalahan ini disebabkan pemenggalan bahasa Indonesia masih menggunakan program komputer berbahasa Inggris. Hal ini sudah bisa diantisipasi dengan program pemenggalan bahasa Indonesia.
Untuk menghindari beberapa kesalahan seperti diuraikan di atas adalah melakukan kegiatan penyuntingan baik menyangkut pemakaian kalimat, pilihan kata, dan ejaan. Selain itu, pemakai bahasa jurnalistik yang baik tercermin dari kesanggupannya menulis paragraf yang baik. Syarat untuk menulis paragraf yang baik tentu memerlukan persyaratan menulis kalimat yang baik pula. Paragraf yang berhasil tidak hanya lengkap pengembangannya tetapi juga menunjukkan kesatuan dalam isinya. Paragraf menjadi rusak  karena penyisipan-penyisipan yang tidak bertemali dan pemasukan kalimat topik kedua atau gagasan pokok lain ke dalamnya.
Oleh karena itu seorang penulis seyogyanya memperhatikan pertautan dengan (a) memperhatikan kata ganti; (b) gagasan yang sejajar dituangkan dalam kalimat sejajar; manakala sudut pandang terhadap isi kalimat tetap sama, maka penempatan fokus dapat dicapai dengan pengubahan urutan kata yang lazim dalam kalimat, pemakaian bentuk aktif atau pasif, atau mengulang fungsi khusus. Sedangkan variasi dapat diperoleh dengan :
(1) pemakaian kalimat yang berbeda  menurut struktur gramatikalnya.
(2) memakai kalimat yang panjangnya berbeda-beda.
(3) pemakaian urutan unsur kalimat seperti subjek, predikat, objek, dan keterangan dengan selang-seling.
E. Pengertian Bahasa Gaul
Menurut Mulyana (2008), bahasa gaul adalah sejumlah kata atau istilah yang mempunyai arti yang khusus, unik, menyimpang atau bahkan bertentangan dengan arti yang lazim ketika digunakan oleh orang-orang dari subkultur tertentu. Selain pendapat tersebut Sarwono (2004) mengatakan bahwa bahasa gaul adalah bahasa khas remaja (kata-katanya diubah-ubah sedemikian rupa, sehingga hanya bisa dimengerti di antara mereka) bisa dipahami oleh hampir seluruh remaja di tanah air yang terjangkau oleh media massa, padahal istilah istilah itu berkembang, berubah dan bertambah hampir setiap hari. Kedua defenisi itu saling melengkapi. Pada defenisi yang pertama hanya menerangkan bahwa bahasa gaul adalah bahasa yang mempunyai istilah yang unik, sedangkan defenisi yang kedua diperjelas lagi bahwa yang menggunakan bahasa tersebut adalah para remaja dan bahasa tersebut akan terus berkembang.

Bahasa Indonesia
Bahasa prokem (informal)
Aku, saya
Gue, gua (ditulis pula gw)
Kamu
Lu, lo (ditulis pula lw)
Penatlah!
Capek deh!
Benarkah?
Emangnya bener?
Tidak
Enggak
Tidak peduli
Emang gue pikirin!








F.Ciri-ciri bahasa gaul

Ragam bahasa gaul remaja memiliki ciri khusus, yaitu: singkat, lincah dan kreatif. Kata-kata yang digunakan cenderung pendek, sementara kata yang agak panjang akan diperpendek melalui proses morfologi atau menggantinya dengan kata yang lebih pendek seperti ‘permainan menjadi mainan, pekerjaan menjadi kerjaan, dsb. Adapun ciri-ciri bahasa gaul adalah sebagai berikut :
1.      Word clipping, suatu kata dipendekkan atau dipotong tanpa mengubah maknanya.
2.      Compounding, dua kata atau lebih yang telah ada digabung menjadi satu kata baru.
3.      Abbreviation, suatu kata diciptakan dengan mengambil inisial atau huruf dari beberapa kata sehingga huruf-huruf tersebut menjadi satua kesatuan.
4.      Onomatopoeai, pembentukan kata menirukan suara.
5.      Generalization of proper names, mengembangkan kata dari sebutan asli.
6.      Borrowing from dilect and foreign langunges, meminjam kata dari dialek dan bahasa asing.
7.      Extension of meaning by analogy, suatu kata diciptakan dengan menggabungkan 2 hal yang memiliki makna atau arti yang sama.
8.      Saying word from behind (Malang’s prokem languange, mengucapkan kata dengan membalikkan kata dari belakang ke depan
9.      Mengganti satu dua huruf dengan huruf lain atau menghilangkan huruf di tengah-tengah kata.
10.  Menukar konsonan dan menggati satu dua huruf.
11.  Menembahkan ‘F’ atau ‘S’ pada setiap suku kata.
12.  Mengubah sama sekali bentuk kata.


G. Faktor-faktor Pendukung Maraknya Bahasa Gaul di Kalangan Remaja

Perkembangan bahasa gaul di kalangan remaja sangatlah cepat. Mengapa? Karena didukung oleh beberapa faktor  yang cukup berpengaruh terhadap kondisi lingkungan remaja. Antara lain :
1.      Adanya bahasa gaul ditandai dengan menjamurnya internet dan situs-situs jejaring sosial yang berdampak signifikan terhadap perkembangan bahasa gaul. Penikmat situs-situs jejaring sosial yang kebanyakan adalah remaja, menjadi agen dalam menyebarkan pertukaran bahasa gaul. Tulisan seorang remaja di situs jejaring sosial yang menggunakan bahasa ini, akan dilihat dan bisa jadi ditiru oleh ribuan remaja lain. Misalnya, facebook, twitter, friendster.
2.      Karena pengaruh lingkungan. Umumnya para remaja menyerap dari percakapan orang-orang dewasa di sekitarnya, baik teman sebaya atau keluarga.
3.      Peran media (elektronik) yang menggunakan istilah bahasa gaul dalam film-film khusunya film remaja dan iklan, semisal dari adegan percakapan di televisi. Aritnya bahasa gaul tidak hanya terjadi karena kontak langsung antara masyarakat itu sendiri, tapi sebagian besar karena “disuapi” oleh media. Padahal media massa memiliki peran besar dalam perkembangan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidah yang yang telah ada.
4.      Media cetak, misalnya bahasa yang ada dalam majalah, surat kabar atau koran. Selain itu, pembuatan karya sastra remaja misalnya cerpen atau novel yang umumnya menggunakan bahasa gaul.
5.      Dampak dari pembangunan dan perkembangan zaman atau modernisasi, di mana segala hal yang ada di lingkungan kita harus selalu ter up-to date. Dampak dari modernisasi yang paling terlihat adalah gaya hidup, seperti cara berpakaian, cara belajar, aplikasi teknologi yang makin maju maupun cara bertutur kata (pemakaian bahasa).  Dilihat dari cara bertutur kata atau dalam pemakaian bahasa, dewasa ini munculnya “Bahasa Gaul” sangat fenomenal terutama terlihat pada kalangan masyarakat (remaja) khususnya yang ingin diakui sebagai remaja jaman sekarang yang gaul, funky, dan keren. Kemunculan bahasa gaul ini dapat menggeser penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Yang pasti, bahasa gaul akan selalu muncul dan berkembang sesuai zaman masing-masing. Beberapa tahun lalu, istilah “memble aje” atau “Biarin, yang penting kece” sempat terkenal. Istilah-istilah tersebut lantas tenggelam dengan sendirinya, tergantikan oleh istilah lain. Di antaranya, “so what gitu loh”, “jayus”, dan “Kesian deh lo!”

H.  Pengaruh Bahasa Gaul terhadap Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang berfungsi sebagai alat komunikasi mempunyai peran sebagai penyampai informasi. Kebenaran berbahasa akan berpengaruh terhadap kebenaran informasi yang disampaikan. Pada kondisi tertentu, yaitu pada situasi formal penggunaan bahasa Indonesia yang benar menjadi prioritas utama. Kendala yang harus dihindari dalam pemakaian bahasa baku antara lain disebabkan oleh adanya bahasa gaul. Hal ini mengakibatkan bahasa yang digunakan menjadi tidak baik. Dewasa ini pemakaian bahasa Indonesia baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia film mulai bergeser digantikan dengan pemakaian bahasa anak remaja yang dikenal dengan bahasa gaul.
            Seiring dengan perkembangan zaman ke zaman khususnya di Negara Indonesia semakin terlihat pengaruh yang diberikan oleh bahasa gaul terhadap bahasa Indonesia dalam penggunaan tata bahasanya. Penggunaan bahasa gaul oleh masyarakat luas menimbulkan dampak negatif terhadap perkembangan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa pada saat sekarang dan masa yang akan datang. Dewasa ini, masyarakat sudah banyak yang memakai bahasa gaul dan parahnya lagi generasi muda Indonesia juga tidak terlepas dari pemakaian bahasa gaul ini. Bahkan generasi muda inilah yang banyak memakai bahasa gaul daripada pemakaian bahasa Indonesia. Untuk menghindari pemakaian bahasa gaul yang sangat luas di masyrakat, seharusnya kita menanamkan kecintaan dalam diri generasi bangsa terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Seiring dengan munculnya bahasa gaul dalam masyarakat, banyak sekali dampak atau pengaruh yang ditimbulkan oleh bahasa gaul terhadap perkembangan bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa diantaranya sebagai berikut:

1.   Eksistensi Bahasa Indonesia Terancam Terpinggirkan Oleh Bahasa Gaul
Berbahasa sangat erat kaitannya dengan budaya sebuah generasi. Kalau generasi negeri ini kian tenggelam dalam pudarnya bahasa Indonesia yang lebih dalam, mungkin bahasa Indonesia akan semakin sempoyongan dalam memanggul bebannya sebagai bahasa nasional dan identitas bangsa. Dalam kondisi demikian, diperlukan pembinaan dan pemupukan sejak dini kepada generasi muda agar mereka tidak mengikuti pembusukan itu. Pengaruh arus globalisasi dalam identitas bangsa tercermin pada perilaku masyarakat yang mulai meninggalkan bahasa Indonesia dan terbiasa menggunakan bahasa gaul. Saat ini jelas di masyarakat sudah banyak adanya penggunaan bahasa gaul dan hal ini diperparah lagi dengan generasi muda Indonesia juga tidak terlepas dari pemakaian bahasa gaul. Bahkan, generasi muda inilah yang paling banyak menggunakan dan menciptakan bahasa gaul di masyarakat.

2.   Menurunnya Derajat Bahasa Indonesia
            Karena bahasa gaul yang begitu mudah untuk digunakan berkomunikasi dan hanya orang tertentu yang mengerti arti dari bahasa gaul, maka remaja lebih memilih untuk menggunakan bahasa gaul sebagai bahasa sehari-hari. Sehingga bahasa Indonesia semakin pudar bahkan dianggap kuno di mata remaja dan juga menyebabkan turunnya derajat bahasa indonesia.

3.      Menyebabkan punahnya Bahasa Indonesia
    Penggunaan bahasa gaul yang semakin marak di kalangan remaja merupakan sinyal ancaman yang sangat serius terhadap bahasa indonesia dan pertanda semakin buruknya kemampuan berbahasa generasi muda zaman sekarang. Sehingga tidak dapat dipungkiri suatu saat bahasa Indonesia bisa hilang karena tergeser oleh bahasa gaul di masa yang akan datang.


BAB III
METODOLOGI

  A.      Metode
Pada penelitian ini, kami menggunakan metode analisis isi . Analisis isi yang kita lakukan didapatkan dari media cetak berupa koran dan majalah remaja. Analisis isi adalah sebuah teknik yang digunakan untuk menganalisis dan memahami teks.  Analisis isi juga dapat diartikan sebagai teknik penyelidikan yang berusaha menguraikan secara objektif, sistematik dan kuantitatif.

   B.     Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini kami lakukan dengan cara berdiskusi kelompok di perpustakaan UHAMKA pada tanggal 19 Desember 2014 dan 23 Desember 2014 pukul 16.00 WIB – 16.30 WIB

C.          Sampel
        
         Sampel yang kami gunakan adalah koran dan majalah remaja.
        
D.          Teknik Pengumpulan Data
        
Pengumpulan data yang kami lakukan adalah menganalisis isi dari koran dan majalah remaja tersebut dengan cara berdiskusi kelompok untuk mengamati penyimpangan Bahasa Indonesia yang mungkin terdapat dalam koran dan majalah tersebut


B.     Solusi
            Solusi untuk penyimpangan Bahasa Indonesia ini adalah bahasa yang digunakan dalam media cetak harus dikondisikan dengan pembaca dan jenis media cetak itu sendiri. Karena bahasa yang kita gunakan dalam media cetak sifatnya harus persuasif, maka dalam media cetak khususnya remaja maka bahasa yang kita digunakan harus lebih menarik dan variatif agar menarik minat pembaca. Namun sebagai warga negara yang baik, kita harus tetap menjunjung tinggi bahasa persatuan kita, yaitu Bahasa Indonesia.


BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri bahasa jurnalistik adalah singkat, padat, jelas, sederhana, lugas dan menarik (menurut JS. Badudu). Dalam dunia jurnalistik, sering terjadi penyimpangan penulisan yang disebabkan karena minimnya penguasaan kosa kata, pengetahuan kebahasaan yang terbatas, keterbatasan waktu untuk menulis, banyaknya naskah yang dikoreksi, dan tidak tersedianya redaktur bahasa dalam surat kabar. Kesalahan atau penyimpangan tersebut adalah penyimpangan morfologi, sintaksis, kosa kata, ejaan dan pemenggalan.
Gejala bahasa yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia dianggap sebagai penyimpangan terhadap bahasa. Kurangnya kesadaran untuk mencintai bahasa di negeri sendiri berdampak pada tergilasnya atau lunturnya bahasa Indonesia dalam pemakaiannya dalam masyarakat terutama dikalangan remaja.
Apalagi dengan maraknya dunia kalangan artis menggunakan bahasa gaul di media massa dan elektronik, membuat remaja semakin sering menirukannya di kehidupan sehari-hari hal ini sudah menjadi wajar karena remaja suka meniru hal-hal yang baru.
Dapat kita simpulkan banyaknya kalangan remaja menggunakan bahasa gaul adakah akibat dari perkembangan zamanyang kian mengalami kemajuan baik dari dunia pendidikan sampai teknologi.

B.     Saran
Dalam kehidupan sehari-hari kita harus tetap menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar dan tidak terpengaruh pada bahasa yang tidak baku yang tersedia dalam media cetak maupun elektronik. Hal tersebut sudah sewajarnya kita lakukan dalam rangka mencegah agar Bahasa Indonesia tidak tergeser dengan bahasa gaul.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan . 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Badudu, J.S. 1988. Cakrawala Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Lembaga Pers Dr. Soetomo. 2009. Kesalahan Bahasa Jurnalistik Perparah Kerusakan Bahasa. Jakarta.
Murniah, Dad. 2007. Kesalahan Bahasa Jurnalistik, Seputar Indonesia, 18 November 2007. hlm. 9.
Tubiyono. 2011. Bahasa Indonesia Jurnalistik, (online), (http://www.tubiyono.com/, diakses, 1 mei 2012)
Wahid, Abdul. 2011. Penyimpangan Bahasa Jurnalistik, (online), (http://www.pa-magelang.go.id/, diakses, 1 mei 2011)
http://susipurwanti2.blogspot.com/2013/02/makalah-pudarnya-penggunaan-bahasa.html
















Viewers^^

Visitors, all I want to say thanks! ^^

Flag Counter

Search This Blog

hits

Popular Posts

MUSIC

Profile

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Followers