Sabtu, 26 Desember 2015

THE UNSAID FEELING



The unsaid feeling

It’s like screaming but no one can hear. Aku tidak pernah diam, hanya saja tak ku biarkan mereka mendengarnya. Tidak pernah ada kata saling dalam hubungan kami. Terasa pahit, tapi begitulah faktanya. Sama-sama merasakan bagian tersulit dalam mencintai seseorang, yaitu menunggu dia yang dicinta balas mencintaimu. Karena seringnya orang kau cintai dan mencintaimu adalah bukan orang yang sama.
Author                  : @kimdasoy
Tittle                     : The Unsaid Feeling
Length                  : one shoot
Genre                   : Romance, Angst, Family
Rating                   : Teen
Cast                       : Bang Minah
                                Kim Taehyung
                                Wu Yifan
This fanfiction dedicated to  HiDesignRP 1st anniversary

Send to Mr.Wu
Jam 10 malam, temui aku di café ujung jalan dekat kantormu
                                                                                                20:45
                                                                                       =Message sent=


Minah POV
“ Apa kau yakin Yifan hyung akan menemuimu? “ celetuk Taehyung meyakinkanku. Entah sudah berapa kali pertanyaan itu ia lontarkan kepadaku. Indra pendengaranku sepertinya juga sudah bosan menerimanya, dijejali pertanyaan yang aku pun masih ragu harus diberi jawaban apa.
Mobilnya pun melaju perlahan menepi ke pinggir jalan,  membuatku sadar bahwa kami hampir sampai di café tempat aku akan bertemu dengan hyungnya, Wu Yifan. 

Wu Yifan dan Kim Taehyung, kakak beradik itu memang jauh berbeda jika dibandingkan. Mereka bukan berasal dari rahim yang sama, jadi tidak heran jika orang lain –termasuk aku tidak melihat hubungan keluarga di antara mereka seperti kebanyakan yang kulihat di serial drama korea yang sering kutonton. Setahuku hubungan kakak beradik antara namja itu sangat menyenangkan, sang kakak dengan gaya bossy nya akan seenaknya memperlakukan sang adik. Sedangkan sang adik dengan childish-nya menolak sang kakak. Ya seperti itulah pokoknya, entah hal itu berlaku juga di dunia nyata atau tidak. 

Wu Yifan dan Taehyung tinggal di atap yang berbeda. Yifan lebih memilih tinggal di apartemen mewah daripada tinggal bersama dengan keluarga barunya itu. Entahlah Yifan memang keras kepala, berulang kali ayahnya meminta untuk tinggal bersama dengan maksud membentuk keluarga baru yang utuh dan bahagia namun berulang kali pula ayahnya mendapat penolakan darinya. Tidak ada yang mampu menghentikan sifat buruk Yifan yang satu itu, termasuk ayahnya sendiri – orang yang selama 26 tahun memberikan kehidupan yang layak baginya. 

Ibu Yifan sudah lama meninggal, Yifan pun tidak sempat mengingat wajah wanita yang telah mengandungnya selama sembilan bulan. Dua bulan setelah dilahirkan bukanlah hal yang cukup baginya untuk mengingat bagaimana rupa wanita yang telah mengasihinya itu. Hanya selembar foto dan cerita dari ayah maupun neneknya yang dapat menggambarkan sosok ibu baginya. Dari cerita orang terdekatnya, Yifan mengambil kesimpulan bahwa ibunya adalah wanita yang cantik, tegar, dan kuat.

Yifan tumbuh menjadi pribadi yang keras kepala, tidak suka diganggu, dan lebih suka sendiri. Apa enaknya hidup seperti itu. Apakah kesendirian dapat membuatnya bahagia? Dengan siapa ia akan berbagi cerita hidupnya? Tapi begitulah seorang Wu Yifan, namja yang dingin dan penyendiri itu.
Berbeda dengan adiknya –maksudku saudara tirinya yang lebih muda, Kim Taehyung tumbuh dengan pribadi yang riang dan menyenangkan, sedikit menjengkelkan juga bagiku terkadang. Usia yang terpaut 5 tahun jelas terlihat di antara saudara tiri itu. Selama mengenal Taehyung, aku tidak pernah melihatnya serius mengerjakan sesuatu bahkan saat sedang ujian penerimaan mahasiswa baru. Mungkin bukan bakat seorang Taehyung untuk mendalami bisnis melalui perguruan tinggi jadi bisa saja anak itu sengaja main-main dalam ujian itu. Entahlah, itulah sosok Taehyung yang kukenal.

Aku menghembuskan nafas panjang, membuang semua pikiran-pikiran kalut yang memenuhi otakku. Kemudian menghirup nafas dalam-dalam memastikan otakku terisi oksigen dengan cukup agar fungsi kerjanya tidak kacau.

“Kalau begitu yakinkan hyung-mu agar tidak membuatku  menunggunya terlalu lama. OK ? “ jawabku dengan sedikit nada yang kubuat seimut yang ku bisa sambil memberinya wink adalanku, tersenyum semanis mungkin berharap Taehyung mau menuruti kata-kataku. Aish sebenarnya ini menjijikan, tapi tak apalah aku pun tak diharuskan menjaga harga diriku terlalu tinggi di hadapan namja tengil ini, toh memang faktanya aku ini imut.

Mobilnya pun berhenti tepat di depan café. Aku pun melepas sabuk pengaman yang dipakaikan Taehyung  tadi. Entah mengapa seketika aku menjadi gugup, sekuat yang ku bisa mengumpulkan kembali puing-puing pikiran positifku yang sejak tadi berhamburan entah kemana.

Jujur saja aku tak pernah segugup ini, aku tidak ingat kapan terakhir kali aku merasa gugup. Bahkan saat aku akan melakukan interview dengan Choi Seug Hyun –manager Choi Corporation, salah satu perusahaan ternama di negeri ini. Bermodalkan otak yang kubanggakan ini, aku sangat yakin dapat melalui interview dengan manager tampan ini.

“Aku berani taruhan kalau Yifan hyung tidak akan datang. Hahahaha “ Tawa Taehyung memecah keheningan membuat gugupku semakin menjadi-jadi. Entah apa yang membuatnya tertawa sekeras itu, kurasa tidak ada yang lucu dan tidak ada yang sedang melakukan sesuatu yang lucu disini. Dia terlihat benar-benar mengejekku. Menjengkelkan.

Kini tiga per empat otakku telah dipenuhi kata-kata Taehyung tadi, seperempatnya lagi memikirkan untuk menerima taruhannya. Dia yang menawarkan diri untuk mengantarku bertemu dengan hyungnya tetapi dia juga yang meyakinkanku sekali lagi bahwa hyungnya tidak datang. Apa-apaan ini, dia seperti mempermainkan perasaanku. Apa dia dan hyung-nya telah menyusun suatu rencana untuk mempermainkanku? Kakak beradik itu sama saja, bertindak seenaknya.

Aku pun membuka pintu mobilnya, melangkahkan kaki keluar, enggan berlama-lama menghabiskan waktu untuk memperdebatkan hal yang kurasa tidak perlu diperdebatkan dengan namja tengil itu. Aku bukan tipe wanita yang suka dengan perdebatan karena aku tidak pandai bermain kata dan logika. Salah sedikit saja bicara, dia akan tahu betapa minimalisnya otakku sehingga membuatku terihat bodoh. Membuatku mati gaya saja.

Lagipula berdebat itu menjengkelkan, mengeluarkan banyak tenaga hanya untuk memenangkan pendapat masing-masing. Padahal benar dan salah itu adalah sesuatu yang abstrak, tergantung kau ada di posisi yang seperti apa. Tidak ada yang benar dan salah dalam mengeluarkan pendapat, itu adalah hak seseorang.

Sebelum benar-benar meninggalkannya masuk ke café, aku memutar tubuhku ke arahnya. Menghampirinya yang masih aja mengamatiku dari dalam mobilnya. “Gomawo telah mengantarku, aku akan mentraktimu besok. “

“Apa ini jawaban atas taruhanku yang tadi? Jadi kau menerima taruhanku? Hahaha” tawanya menggelegar, membuatku setengah mati ingin memukulnya. Sayangnya, tidak ada sesuatu di tanganku yang bisa digunakan untuk memukulnya dan menghentikan tawanya. Hanya ada rasa kesal yang semakin menjadi-jadi membuatku ingin mencacinya, tetapi mengingat ia yang telah mengantarku kesini, rasa kesalku tiba-tiba saja menguap entah kemana. Oh –baik hati sekali aku ini.
Seolah bisa membaca raut wajahku yang sudah memerah, entah karena aku gugup atau kesal karena tawa menegejeknya tadi. Taehyung pun cepat-cepat berlalu dengan mobilnya, menghindari emosiku yang hampir meledak yang sangat ingin kutumpahkan kepadanya mungkin.  

“good luck nuna!” hanya itu yang kudengar dari kejauhan, suaranya memudar terbawa angin malam yang kian kencang berhembus. Setelah memastikan Taehyung benar-benar pergi, aku pun masuk ke café.

***
 “terima kasih” ucapku pada pelayan muda yang mengantarkan pesanan Ice Coffee Moccachino favoritku. Entah mengapa aku lebih suka kopi dingin walaupun kebanyakan pelanggan disini lebih memilih kopi panas untuk menetralkan suhu tubuh mereka karena dinginnya kota Seoul malam ini.
Aku memilih meja dengan 2 kursi yang ada di sudut kanan café ini. Sesekali bunyi lonceng dari pintu café mengalihkan pandanganku, lonceng yang berbunyi ketika  ada pelanggan yang datang maupun pergi. Aku mengamati setiap pengunjung yang datang, memastikan apakah itu Wu Yifan yang sedang kutunggu saat ini.

Apa aku harus memesan kopi ketiga sembari menunggunya ?  gumamku dalam hati.

Apa dia benar benar tidak akan datang? Ku hela nafas panjang menghembuskan rasa putus asa ku ini.
Ku lirik jam tangan yag melingkar di pergelangan tangan kiri ku, jarum pendek menunjukkan angka 12 dan jarum panjangnya menunjukkan angka 9. Pukul 11:45. Kulihat sekitarku, hanya ada beberapa kursi yang masih ada pelanggannya, sisanya hanya meja kosong dengan sisa sisa makanan serta minuman yang telah ditinggali pemiliknya. Beberapa pelayan pun terlihat sibuk membereskan meja dan kursi tersebut.

“Permisi agashi, apakah Anda masih menunggu seseorang? Sebentar lagi Café ini akan tutup.” ujar pelayan wanita di café ini memberitahuku.

“Hm…jadi begini ya cara halus seorang pelayan mengusir pelanggannya?” jawabku dengan senyum sinis. Aku tak mampu lagi mengemas emosiku dengan baik, sehingga terlihat sinis pada setiap orang yang memandangku, bukan hanya kepada pelayan di café ini yang sedari tadi memandangku aneh tetapi juga pada pengunjung lain yang sesekali menoleh kepadaku.

“Baiklah, 15 menit lagi kau bisa meninggalkan café ini.” Jawab pelayan itu sembari membungkukkan badannya. Mungkin sebagai tanda permintaan maaf karena telah mengusirku dari café ini secara halus.

Aku memandang kaca bening yang terdapat di sisi kananku, kaca yang menjadi pembatas antara café ini dengan jalanan diluarnya. Café ini terletak di pinggir jalan besar, setidaknya aku sedikit dapat membunuh rasa bosanku dengan hanya melihat beberapa orang yang berlalu-lalang karena sekarang jalanan sudah hampir sepi. Tidak ada yang menarik lagi yang bisa kupandang disini.

Dapat kulihat bayangan diriku sendiri akibat pantulan kaca bening ini. Hanya bayangan ini yang menemaniku dari tadi, ini terlihat konyol. Aku seperti sedang berkencan dengan bayanganku sendiri. Sangat jelas terlihat bahwa aku sangat lusuh, jelas saja karena Taehyung langsung mengantarku ke café ini setelah pekerjaanku selesai.
  
Aku baru sadar bahwa aku tidak sempat memoles wajahku dengan make up, setidaknya menutupi sedikit wajah lelahku karena pekerjaan yang menggunung tadi. Apa kecantikanku akan berkurang hanya karena tidak memakai make up? Bukankah terlihat natural tanpa make up jauh lebih cantik? Ya begitulah kira-kira.

 Aku terlihat seperti wanita yang putus asa karena ditolak atau baru saja putus cinta. Padahal aku tidak termasuk ke dalam dua kategori itu. Aku bahkan belum mengungkapkan perasaanku kepadanya bagaimana bisa garis-garis yang ada di wajahku menunjukkan ekspresi bahwa aku ditolak. Putus cinta? Bahkan aku saja tidak tahu siapa namja yang akan mencintaiku dengan benar.

 Aku hanya ingin mencintai seseorang satu kali saja, menjadi yang pertama dan terakhir dalam hidupku. Aku tidak mau mempunyai ataupun berbagi cerita cinta yang kandas. Setahuku orang-orang yang memiliki hubungan cinta yang kandas itu menyeramkan, hidupnya menjadi kacau dan berantakan.Lagi pula cerita putus cinta bukanlah hal yang menarik untuk diceritakan. Aku tidak mau menjadi menyedihkan dan mendapat belas kasihan dari orang lain.

Maka dari itu aku memiliki kriteria dalam memilih pasanganku nanti. Persetan dengan itu setinggi-setingginya kriteria dalam menentukan pasangan tentu akan kalah ketika jatuh cinta tanpa alasan. Entahlah, aku tak tahu banyak perihal tentang cinta.

Wu Yifan –namja penyendiri itu aku telah menjatuhkan pilihan hatiku padanya. Namja tampan nomor satu yang menjadi kriteria pasangan setiap wanita. Tak ada cacat sedikitpun pada fisiknya. Hanya saja kepribadiannya yang dingin itu, membuat setiap wanita menjadi berpikir dua kali untuk menjadikannya urutan teratas sebagai pasangannya kelak.

Aku sedikit bersenang hati karena setidaknya ‘lawan’ku sudah mengibarkan bendera putih bahkan sebelum peperangan dimulai. Sedikit keuntungan bagiku untuk memulainya –menggoreskan tinta kisah cintaku pada lembar kehidupanku. Atau aku yang terlalu percaya diri? Dengan lantang mengikrarkan bahwa aku pasti akan menaklukkan hati seorang Wu Yifan. Aku bahkan tidak tahu sedikit pun kriteria yeoja kesukaan Wu Yifan. Ini terlihat seperti aku menyerahkan diri kepada Yifan untuk menjadi bahan yang akan dipermalukan di depan banyak orang nantinya.


 
“Yeobosseo, Wu Yifan-ssi . Kami dari Kona Bean Café. Apakah Anda mengenal Bang Minah-ssi ? Wanita ini tertidur di café kami, kontak terakhir di ponsel nya adalah dengan Anda. Maaf telah mengganggu waktu berharga Anda, Khamsahamnida”

***
Author POV
Bang Minah masih berkutat dengan lembaran-lembaran kertas yang memenuhi meja kerjanya yang minimalis itu. Entah sampai kapan ia akan terus menganalisis data-data perusahaan yang mungkin saja bagi sebagian orang terasa membosankan tetapi tidak baginya. Sesekali ia memandangi layar lebar pada ponsel canggihnya yang diletakkan di sisi kanan mejanya, entah sekedar melihat jam atau memang sedang menunggu ponselnya berdering sebagai tanda ada pesan yang ia terima.
Jam di ponselnya menunjukkan pukul 12:15 , sudah jam makan siang tetapi rasa lapar belum dirasakan perutnya, setidaknya lapar di perutnya itu bisa membuatnya mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Apa ia sudah merasa kenyang dengan setumpuk lembaran kertas itu ?  Ataukah ia sedang dalam program diet? Bukankah berat badan 49 kg sudah ideal ? wanita memang kadang serepot itu. Entahlah.


New Message Received
Uri Taehyung
Nuna, apa kau sengaja membuatku mati kelaparan? Aish…apa sekarang kau menjadi gadis muda yang sudah pikun?

Belum sempat membaca pesannya sampai selesai, gadis bertubuh mungil itu segera menyambar tas kulit berwarna pink muda nya –tas keluaran terbaru incarannya bulan ini. Raut wajahnya seketika berubah memerah seperti tomat. Sepertinya ia terkejut atau memang ia benar-benar terkejut, sepertinya ia melupakan sesuatu yang sangat penting.

Pesan yang baru saja ia terima membuatnya melupakan tumpukan kertas yang menggunung di mejanya. Membuatnya meninggalkan ruangan kerjanya itu. Sepuluh menit kemudian ia sudah berada di luar gedung kantornya. Ia memutuskan untuk berlari ke café yang terletak di ujung jalan gedung kantornya itu, rasanya menunggu taksi hanya membuang waktunya. Tak peduli dengan pandangan orang lain yang menganggap aneh tentang dirinya karena di siang hari ini ada pertunjukan marathon seorang wanita dengan sepatu hak tinggi.

***
Taehyung POV
Dua gelas mocca float dan potato stick yang sedari tadi kuabaikan kini  telah habis kulahap. Setidaknya aku bisa melampiaskan kesalku pada makanan ringan itu, sedikit melupakan kesalku pada Minah yang telah membuatku lama menunggu. Kini hanya ada sisa-sisa makanan di depanku sedangkan kursi di hadapanku masih saja kosong. Satu mocca float yang kupesan untuknya terpaksa aku minum, karena es nya telah mencair dan sepertinya rasanya sudah tidak seenak saat pertama kali dipesan.

“Mianhe…”
Sepatah kata ku dengar mencelos begitu saja, aku terhenyak melihat sosok gadis di hadapanku. Keringatnya menetes deras membasahi baju yang ia kenakan, wajahnya pun memerah seperti tomat. Nafasnya terengah-engah seperti baru saja dikejar setan di siang hari, aku rasa paru-parunya kini telah kehabisan oksigen.

“Mianhe, pesan saja sesukamu, aku yang bayar!” ucapnya sembari menarik kursi yang ada di hadapanku. Ia duduk menyandarkan pungggungnya pada sisi kursi, menghirup oksigen dengan banyak untuk menetralkan nafasnya yang perlahan mulai kembali normal.

Aku masih menatapnya heran, yang benar saja dia hanya bilang maaf setelah membuatku menunggunya 30 menit. Bahkan cacing-cacing di perutku pun sudah kenyang menggerogoti dinding perutku. Tapi melihat ekspresinya kini membuat emosiku menguap begitu saja, rasa laparku hilang entah kemana.

“Sudahlah, menunggumu sudah membuatku kenyang.” Sahutku jengkel

“Taehyung-ah mianhe hm? Kau kan tahu aku ini pelupa. Aku janji ini yang terakhir kalinya aku begini. Aku janji. Taehyung-ah….” Ucapnya memelas dengan aegyo khasnya.
“aish…berhenti bersikap menjijikan nun. Kau benar-benar jelek “ ucapku ketus mengalihkan pandanganku dari Minah. Membuat ekspresi Minah berganti menjadi jengkel. Jujur saja ini lucu, gadis itu seperti bunglon, cepat sekali mengganti ekspresi wajahnya hanya dalam waktu beberapa detik.

Tak lama kemudian segelas mocca float disajikan di hadapan kami, sengaja kupesankan untuk menggantikan mocca float Minah yang kuminum tadi. Minah langsung menyambarnya tak sabar, meminumnya untuk sekedar membasahi tenggorokannya yang kering karena sedari tadi tak berhenti berbicara.

“hyung mu tidak datang” Minah kembali bersuara, ia mengaduk minuman yang sudah seperempat masuk  ke tenggorokannya. Ia terlihat kecewa, tatapannya kosong, raut wajahnya lesu tak bersemangat.

“Aku tahu” jawabku datar.

“Hah? Tahu dari mana? Kau merencanakan sesuatu dengan hyung-mu ya? ” Minah melongo heran. Dapat kulihat tanda tanya besar dari tatapan matanya. Ia menatapku dalam-dalam seolah mencari jawaban dari mana aku tahu kalau malam itu Yifan hyung tidak datang.

“Kalau Yifan hyung datang, tidak mungkin kau akan mentraktirku begitu saja. Akui saja kekalahanmu atas taruhan semalam. Hahahahaha” tawaku terbahak-bahak membuat Minah benar-benar jengkel. Dapat kulihat dari raut wajahnya yang kini seperti anjing liar, menyeramkan.

“anggap saja itu balasan karena kau telah mengantarku semalam, aku kan baik hati tahu bagaimana caranya membalas budi.” Ucapnya sinis sambil meminum mocca float nya lagi.

Aku mengacungkan tangan di udara, memanggil pelayan untuk memesan makanan. Terlalu keras tertawa membuat lapar ku datang lagi. Kupesan makanan favoritku di café ini, spaghetti dengan saus bolognaise dan taburan keju diatasnya. Minah masih saja menggerutu kesal, hingga tak mau memesan apapun. Aku tidak tahu apakah dia tidak lapar atau sedang diet, apa memasukkan beberapa kalori saja akan membuat berat badannya bertambah drastis? entahlah. Dasar gadis aneh. 

--Flashback On--
-The number you are calling is not active, please try again later- 

Taehyung melempar benda tipis tak bersalah itu ke sisi kirinya, kini ponsel kesayangannya yang menjadi pelampiasan emosinya kali ini. Tujuh kali tidak mendapat jawaban dari hyung-nya, operator memberi tahu bahwa kini ponsel hyung-nya tidak aktif. Emosinya kian memuncak, ia menginjak pedalnya dalam-dalam, melajukan mobil sejadi-jadinya membelah keheningan kota Seoul malam itu.

Apartemen mewah yang berada di pusat kota itu terlihat tak berpenghuni, lorongnya gelap dan sempit. Hanya ada beberapa lampu yang menyinari di setiap lorongnya, terihat meyeramkan. Kini Taehyung telah berada di depan pintu 407 lantai 17 dari 35 lantai yang ada di apartemen ini. Ia menekan bel beberapa kali namun pintu tak juga terbuka. Tak dapat membendung lagi kesabarannya, Taehyung pun mengetuk pintunya.

“Hyung! Yifan Hyung !!!” suaranya lantang bersamaan dengan ketukan tangannya yang beradu pada pintu apartemen itu, sedikit membuat kegaduhan karena suaranya mengganggu penghuni lain. Tak lama pintu pun terbuka.

“Wae ?” satu kata tanya terlontar, sapa dingin khas seorang Wu Yifan. Yifan hanya menunjukkan dirinya dari balik pintu. Jangankan mengajak Taehyung untuk menikmati secangkir teh hangat untuk menetralkan suhu tubuh Taehyung dari dinginnya kota Seoul, mengajaknya masuk ke dalam dan bicara baik-baik saja tidak. Yifan benar-benar pria yang dingin.

“Kau benar-benar tidak datang?” Taehyung menatap hyung-nya tajam, matanya memerah, garis-garis di wajahnya kini semakin menegang. Tangannya mengepal, menggenggam semua emosi yang mengumpul di isi kepalanya. 

“dia menunggumu hyung !!! “ Taehyung menambahkan ucapannya dengan nada yang kian meninggi. 

“Minah ? “ Yifan memperjelas kata ‘dia’ yang dimaksud Taehyung.

“Bahkan aku belum memberikan jawaban atas pesannya tadi. Kurasa aku tidak memiliki janji dengan siapapun. Dan kalau kau tidak bodoh, harusnya kau tidak meninggalkan gadis itu sendirian hingga tertidur di cafe. Pelayan café itu menghubungiku, bukankah itu konyol? “ jelas Yifan panjang lebar dengan tatapan malasnya. Mungkin tadi adalah kalimat terpanjang yang ia keluarkan, mengingat Yifan adalah pria yang tidak suka berbasa-basi.  

Kini suasana antara Taehyung dan Yifan kian memanas, lorong yang dingin dan sempit itu tiba-tiba saja berubah menjadi panas akibat emosi dua namja itu yang meletup-letup. Seperti serigala liar, Taehyung semakin tajam menatap hyung-nya sedangkan Yifan hanya menatapnya malas.

 Brukkk !!! 

Tiba-tiba saja satu hantaman mendarat di wajah Yifan. Terlihat darah segar mengalir di sudut bibirnya. Bekas gambar tangan Taehyung terlihat jelas di wajah tampan Yifan. Yifan tak membalas, hanya mengelap darah yang mengalir itu dengan punggung tangannya. Tak seperti Taehyung, Yifan lebih pandai mengontrol dan mengemas emosinya dengan baik. Berkelahi bukan cara pria dewasa menunjukkan emosinya, kurang lebih seperti itu pikiran seorang Wu Yifan.

“pria yang dia cintai, mengapa harus kau ?” ucap Taehyung dengan nada merendah. Ia pun pergi meninggalkan hyung-nya yang masih tersungkur di lantai. Enggan melihat hyung-nya lebih lama, ia pun melangkah gontai membawa pergi dirinya dengan pikirannya yang semakin kacau jika terus melihat wajah hyung-nya.
--Flashback Off--

Minah POV
“seringnya orang kau cintai dan mencintaimu adalah bukan orang yang sama. Kau, aku, dan Yifan hyung adalah salah satunya. Sama-sama mempunyai sesuatu untuk diungkapkan, tetapi enggan untuk memulainya lebih dulu. Kita seperti jalan di tempat, tidak maju tidak juga mundur, melakukan sesuatu tetapi belum terlihat adanya perubahan. “

Aku sedikit terkejut dengan kata-kata Taehyung tadi.  Sejak kapan namja yang telah ku anggap sebagai namdosaengku ini terlihat serius seperti laki-laki dewasa, bahkan kata-katanya barusan jauh diatas rata-rata namja seusianya. Jarak kami memang terpaut 2 tahun tetapi mengapa ia terlihat lebih dewasa dariku kini. Entahlah, mungkin pemikiran laki-laki memang seperti itu jauh lebih dewasa daripada perempuan. 

“ OMO !!! uri Taehyung telah tumbuh dengan baik. Tidak sia-sia aku mentraktirmu banyak makan, asupan nutrisi ke otakmu memberi efek yang sangat baik. Hahahaha”

Aku mengacak rambut Taehyung dengan gemas, kini tatanan rambut coklatnya menjadi berantakan akibat ulahku. Tak terasa Taehyung telah menjadi dewasa sekarang, lalu bagaimana denganku yang masih saja sering menangis saat menonton drama korea. Entahlah tapi aku benar-benar nyaman dengan dunia seperti itu. Kkk~

“Apa kau baru saja ditolak ? Mengapa tiba-tiba menjadi penyair cinta seperti itu? Sejak kapan kau jatuh cinta, eoh? Apa cintamu bertepuk sebelah tangan? Mengapa tidak pernah cerita padaku? Apa kau takut uangmu habis jika mentraktirku makan sebagai pajak jadian? Hm? “ ucapku tanpa henti membuat oksigen di paru-paru ku hampir habis.

Kini Taehyung seperti terdakwa yang sedang diinterogasi oleh penyidik. Aku tak henti-hentinya mengajukan berbagai pertanyaan, menuntaskan rasa penasaranku atas sikap Taehyung yang tiba-tiba saja berubah menjadi laki-laki dewasa. Aku sebagai nuna-nya—ani maksudku sebagai orang terdekatnya seharusnya tahu apa yang membuat Taehyung terlihat lebih serius dan dewasa dari biasanya.

“Ya, aku jatuh cinta.” Jawab Taehyung datar, menatapku dengan sendu namun cukup dalam.

“tanpa harus kukatakan, aku sudah tahu jawabannya. Aku ditolak.” Taehyung hanya tersenyum tipis, menarik sedikit bibirnya ke sudut kanan dan membuang pandangannya entah kemana. Aku pun tidak dapat membaca ekspresi wajahnya saat ini, senyum yang ia suguhkan di wajahnya tidak menggambarkan suasana hatinya dengan benar.

“Jangan pernah mengambil kesimpulan sebelum kau benar-benar mencobanya. Tidak ada penolakan yang terasa manis, aku tahu itu. Kau berhak mendapat jawaban atas semua pertanyaan yang timbul akibat rasa penasaran yang selalu mengganggu pikiranmu. Akhiri semua penasaranmu dengan baik, pastikan dengan benar jawaban yang ingin kau ketahui dari gadismu. Ka— “

“ Bang Minah-ssi saranghae “

Aku terdiam, tak tahu sejak kapan bola mataku dan Taehyung bertemu, ia menatapku dalam-dalam. Seperti ada yang ingin ia sampaikan lewat tatap mata itu, aku mencoba membacanya dan kucoba menerka-nerka maksud tatapannya tadi, mengirimkan sinyal ke otakku agar memberikan output atas sensor dari tatapannya tadi.

Seketika kusimpulkan bahwa apa yang baru saja ia katakan adalah benar-benar pengakuan cintanya padaku. Entah mengapa tiba-tiba saja semuanya terasa berbeda. Angin yang sedari tadi berhembus menyejukkan hatiku kini berubah menjadi sangat dingin hingga terasa seperti menusuk hingga ke tulang. Bibirku terasa kaku, seolah tak mampu mengucap satu kata pun padahal isi otakku sudah hampir meledak mendengar pengakuannya tadi.

“ aku baru saja mencobanya dan benar saja, aku ditolak kan? Sudah kubilang aku takkan mengatakannya tetapi kau tetap saja memaksa. Apa kau sengaja menjatuhkan harga diriku di depan gadis yang kucintai?“

Aku tak tahu kata apa yang harus kuucap lebih dulu. Kata demi kata yang kucoba rangkai, lagi dan lagi gagal menjadi satu kalimat yang utuh. Mengapa sangat sulit mengungkapkan sesuatu yang sangat meyesakkan dadaku ini? Semua fungsi kerja tubuhku seperti berlawanan. Bibirku benar-benar tak mampu mengucap satukata pun.

“diam mu saja sudah sulit ku artikan apalagi sepatah kata yang akan kudengar dari bibirmu. Aku tidak sedang baik-baik saja, jadi akan sia-sia jika mencerna kata-kata yang akan kudengar nanti, otakku tidak dapat mencernanya dengan benar. Aku pikir menyimpan perasaan ini sendirian jauh lebih mudah dibandingkan harus menjaga jarak denganmu atas perasaanku yang kau ketahui nantinya. Ini yang aku sesali, terlihat bodoh dan menyedihkan setelah mendapat penolakan cinta yang bertepuk sebelah tangan.” Taehyung menutur panjang dengan nada datar, tetapi kata-katanya cukup menusuk dadaku, memojokkanku seolah-olah aku adalah orang paling jahat yang telah mengabaikannya dan membiarkannya menyimpan rasa sakitnya sendirian.

“mianhe…” satu kata terlontar begitu saja. Semua kata di isi kepalaku yang hampir meledak hanya dapat kusimpulkan dengan satu kata maaf. Tidak menggambarkan suasana saat ini dengan baik, karena aku pun tidak tahu siapa tersangka yang bersalah atas perasaan ini. Air mataku tiba-tiba saja mengalir membasahi pipi, semakin deras membuat dadaku semakin sesak.

“kau tidak perlu menjauh, karena aku tahu bagaimana caranya berjalan mundur. Selain membenci Yifan hyung dalam diam, aku bisa apa? Memaksamu membalas perasaanku? Aku tidak sejahat itu Bang Minah-ssi. “ Taehyung tersenyum kecut, kini tangannya meraih dan menggenggam tanganku erat, meyakinkan aku bahwa sekarang dia baik-baik saja. Sedangkan tangisku semakin menjadi-jadi, membuatku menjadi pusat perhatian di café ini karena isakan tangisku yang tak kunjung reda.

 Aku semakin tidak mengerti siapa yang paling menyedihkan dalam hal ini, kakak beradik itu membuatku menjadi tokoh antagonis dan protagonis dalam satu waktu. Taehyung baru saja mendapat penolakan dariku lalu bagaimana denganku yang selalu diabaikan oleh Yifan? Apa aku juga harus menyimpan perasaan ini sendirian daripada harus menjaga jarak dengan Yifan nantinya?

Getaran ponselku yang beradu pada meja kayu itu mengalihkan pikiranku, sejenak isak tangisku berhenti. Terpampang nama Mr. Wu pada layar lebar itu, aku meraih ponselku yang sedari tadi terabaikan, tanganku gemetar,  pikiranku menimbang kembali apa yang harus kulakukan. Seketika aku menggeser tombol merah ke sebelah kiri sebagai tanda mengabaikan panggilannya.
  
“pekerjaanku masih menggunung, aku duluan ya!” pamitku meninggalkan Taehyung. Aku bergegas pergi membawa semua rasa bersalahku, rasanya tidak nyaman lagi berada lama-lama di dekat Taehyung, perasaan bersalahku semakin menjadi-jadi. Namja yang mencintaiku, mengapa harus Taehyung? Bukannya aku tidak menghargai perasaannya, hanya aku rasa ini terlalu rumit. Aku dengan bodohnya tanpa sadar mengabaikan satu-satunya namja yang mencintaiku dengan tulus, sedangkan namja yang mengabaikanku, setengah mati aku mencintainya.

***
Minah POV 

“perasaanmu itu, aku sudah tahu dari Taehyung semalam. Lupakan saja dan berhentilah melakukan sesuatu yang salah.” Satu kalimat utuh terdengar jelas menggema di lorong ruang kantorku yang mulai sepi. Sepertinya aku yang tera khir meninggalkan ruangan ini, karena tadi siang terlalu lama meninggalkan pekerjaan yang menggunung itu.  Aku kenal betul dengan suara parau itu, aku berjalan mendekati arah suara itu, entah sejak kapan Yifan berada disini, aku pun tidak memintanya menemuiku.

Aku terkejut mendapati Yifan yang tiba-tiba mengetahui perasaanku. Aku benar-benar terlihat memalukan. Mendapat penolakan setelah melakukan penolakan siang tadi, ditambah Yifan mengetahuinya bukan dari bibirku sendiri. Aku seperti pecundang  dan Taehyung sebagai malaikat cinta yang sedang berusaha menyatukan cinta sepasang manusia. Menjijikan. Taehyung benar-benar menyebalkan. Aishh…

“dasar egois! Kalau mencintaimu adalah salah, setidaknya ajari aku bagaimana caranya menjadi benar. Seenaknya saja memberi perintah, kau pikir kau siapa?“ kata-kataku terdengar lantang, tak ada lagi perasaan harus menjaga image se-feminime mungkin di depan seorang Wu Yifan. Aku sudah tak tahan lagi dengan gaya bossy nya itu. Seenaknya saja.

“Aku pikir aku baru saja memberitahumu. Jika kau bukan gadis bodoh, harusnya kau mengerti apa yang ku katakan tadi.”

Tiba-tiba saja tubuhku gemetar hebat, berada di dekat seorang Wu Yifan yang dingin benar-benar membuat otakku membeku, tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya hingga aku selalu terlihat bodoh di hadapannya.

“Lupakan perasaanmu” sekali lagi ia menjelaskan bagian yang tidak ku pahami. Membuat aku semakin tersudutkan olehnya. Kata-katanya yang tajam benar-benar menusuk hatiku. Jika saja aku tidak diharuskan menjaga harga diriku, sudah kucaci maki laki-laki di hadapanku ini. Perasaan cinta yang selama ini menggebu-gebu meluap begitu saja. Mungkin bukan cintaku, hanya sinar mentari yang dapat menghangatkan dinginnya hati seorang Wu Yifan.

“kau benar. Aku memang gadis bodoh yang rela memberikan hati seutuhnya untuk dilukai oleh orang lain. Ka– “ belum sempat menyampaikan kalimatku dengan utuh, Yifan memotongnya dengan cepat.

“aku tidak pernah merasa menerimanya, itu hanya ilusi yang kau buat-buat. Memutar balikkan fakta dan membuat seolah semuanya salahku yang mengabaikan perasaanmu. Licik. “ Yifan tersenyum malas sembari menatapku tajam. Matanya benar-benar menusuk hingga rasanya seperti aku ingin mati saja. Mendengar penuturan Yifan tadi, kaki ku sudah tidak kuat lagi berdiri menopang tubuhku yang semakin gemetar hebat. Tubuhku terkulai ke lantai yang dingin, Yifan benar-benar membunuhku dengan lidah tajamnya itu. 

 “aku hanya punya satu hati untuk mencintai dan hati itu sudah kuberikan pada Soyou, tidak peduli apakah dia akan menjaganya dengan benar, bagiku hanya dia satu-satunya wanita yang bisa aku cintai dengan benar. Jika aku diharuskan untuk memilihmu, aku bisa saja menjalaninya denganmu. Mencintaimu tidak dengan hati, karena aku benar-benar sudah tidak memiliki hati itu lagi. Aku tidak sekejam itu Bang Minah-ssi. Perpisahan hanya masalah waktu, jika aku bisa memilih, tentu saja aku memilih berakhir bersama dengan Soyou, entah bahagia atau harus berakhir dengan menyedihkan.”

Selesai dengan kata-kata yang baru saja ia ungkapkan, Wu Yifan berlalu begitu saja. Bayangan tinggi dan tegap itu kian menjauh dan lenyap meninggalkan lorong ruangan ini. Bersamaan dengan lenyapnya perasaanku kepadanya. Kata-katanya tadi sukses membuatku membenci sosok seorang Wu Yifan. Terima kasih Wu Yifan telah membuatku sadar dari ilusi yang menyeramkan itu.

Aku benar-benar berakhir dengan menyedihkan, mendapat penolakan setelah melakukan penolakan. Kehilangan dua namja yang aku sayangi dalam satu waktu. Tidak bisa memiliki keduanya karena aku diharuskan memilih dengan catatan menyakiti salah satunya. Hidup dalam kebohongan yang indah atau hidup dengan realita yang menyakitkan. Tidak pernah ada kata saling dalam hubungan kami. 

Aku, Taehyung, dan Yifan sama-sama merasakan bagian tersulit dalam mencintai seseorang, yaitu menunggu dia yang dicinta balas mencintaimu. Karena seringnya orang kau cintai dan mencintaimu adalah bukan orang yang sama.





4 komentar:

Suciati Cipta Sejati mengatakan...

EH INI APA?!?!? KOK GUE BARU LIATTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTT
HARUS BACA ASAP! BENTAR GUE AMBIL HAPE GUE BACA DOLOE

Suciati Cipta Sejati mengatakan...

INI PAS BUAT LOMBA HIDESIGN YA?!?!?!?!?!?! gue tau kok pas lu bikin ff itu tapi kok gue beloman baca yak?!

yanmaneee mengatakan...

lebron 16
nike air vapormax
supreme
balenciaga shoes
jordan 12
balenciaga shoes
adidas nmd r1
supreme clothing
vapormax
yeezy

seeseigh mengatakan...

h0w58k9h04 b3f72g7t90 k5n29v0e22 h0m74c6a42 e0v61b8o98 d5g95b9c16

Viewers^^

Visitors, all I want to say thanks! ^^

Flag Counter

Search This Blog

hits

Popular Posts

MUSIC

Profile

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Followers