It’s like
screaming but no one can hear. Aku tidak pernah diam, hanya saja tak ku biarkan
mereka mendengarnya. Tidak pernah ada kata saling dalam hubungan kami. Terasa
pahit, tapi begitulah faktanya. Sama-sama merasakan bagian tersulit dalam
mencintai seseorang, yaitu menunggu dia yang dicinta balas mencintaimu. Karena
seringnya orang kau cintai dan mencintaimu adalah bukan orang yang sama.
Author : @kimdasoy
Tittle : The Unsaid Feeling
Length : one shoot
Genre : Romance, Angst, Family
Rating : Teen
Cast : Bang Minah
Kim Taehyung
Wu Yifan
This fanfiction dedicated
to HiDesignRP 1st anniversary
Send to Mr.Wu
Jam 10 malam, temui aku
di café ujung jalan dekat kantormu
20:45
=Message sent=
Minah POV
“ Apa kau yakin Yifan
hyung akan menemuimu? “ celetuk Taehyung meyakinkanku. Entah sudah berapa kali
pertanyaan itu ia lontarkan kepadaku. Indra pendengaranku sepertinya juga sudah
bosan menerimanya, dijejali pertanyaan yang aku pun masih ragu harus diberi
jawaban apa.
Mobilnya pun
melaju perlahan menepi ke pinggir jalan,
membuatku sadar bahwa kami hampir sampai di café tempat aku akan bertemu
dengan hyungnya, Wu Yifan.
Wu Yifan dan Kim
Taehyung, kakak beradik itu memang jauh berbeda jika dibandingkan. Mereka bukan
berasal dari rahim yang sama, jadi tidak heran jika orang lain –termasuk aku
tidak melihat hubungan keluarga di antara mereka seperti kebanyakan yang
kulihat di serial drama korea yang sering kutonton. Setahuku hubungan kakak
beradik antara namja itu sangat menyenangkan, sang kakak dengan gaya bossy nya akan seenaknya memperlakukan
sang adik. Sedangkan sang adik dengan childish-nya
menolak sang kakak. Ya seperti itulah pokoknya, entah hal itu berlaku juga di
dunia nyata atau tidak.
Wu Yifan dan Taehyung
tinggal di atap yang berbeda. Yifan lebih memilih tinggal di apartemen mewah
daripada tinggal bersama dengan keluarga barunya itu. Entahlah Yifan memang
keras kepala, berulang kali ayahnya meminta untuk tinggal bersama dengan maksud
membentuk keluarga baru yang utuh dan bahagia namun berulang kali pula ayahnya
mendapat penolakan darinya. Tidak ada yang mampu menghentikan sifat buruk Yifan
yang satu itu, termasuk ayahnya sendiri – orang yang selama 26 tahun memberikan
kehidupan yang layak baginya.
Ibu Yifan sudah
lama meninggal, Yifan pun tidak sempat mengingat wajah wanita yang telah
mengandungnya selama sembilan bulan. Dua bulan setelah dilahirkan bukanlah hal
yang cukup baginya untuk mengingat bagaimana rupa wanita yang telah mengasihinya
itu. Hanya selembar foto dan cerita dari ayah maupun neneknya yang dapat
menggambarkan sosok ibu baginya. Dari cerita orang terdekatnya, Yifan mengambil
kesimpulan bahwa ibunya adalah wanita yang cantik, tegar, dan kuat.
Yifan tumbuh
menjadi pribadi yang keras kepala, tidak suka diganggu, dan lebih suka sendiri.
Apa enaknya hidup seperti itu. Apakah kesendirian dapat membuatnya bahagia?
Dengan siapa ia akan berbagi cerita hidupnya? Tapi begitulah seorang Wu Yifan,
namja yang dingin dan penyendiri itu.
Berbeda dengan
adiknya –maksudku saudara tirinya yang lebih muda, Kim Taehyung tumbuh dengan
pribadi yang riang dan menyenangkan, sedikit menjengkelkan juga bagiku
terkadang. Usia yang terpaut 5 tahun jelas terlihat di antara saudara tiri itu.
Selama mengenal Taehyung, aku tidak pernah melihatnya serius mengerjakan
sesuatu bahkan saat sedang ujian penerimaan mahasiswa baru. Mungkin bukan bakat
seorang Taehyung untuk mendalami bisnis melalui perguruan tinggi jadi bisa saja
anak itu sengaja main-main dalam ujian itu. Entahlah, itulah sosok Taehyung
yang kukenal.
Aku
menghembuskan nafas panjang, membuang semua pikiran-pikiran kalut yang memenuhi
otakku. Kemudian menghirup nafas dalam-dalam memastikan otakku terisi oksigen
dengan cukup agar fungsi kerjanya tidak kacau.
“Kalau begitu
yakinkan hyung-mu agar tidak membuatku menunggunya terlalu lama. OK ? “ jawabku dengan
sedikit nada yang kubuat seimut yang ku bisa sambil memberinya wink adalanku,
tersenyum semanis mungkin berharap Taehyung mau menuruti kata-kataku. Aish
sebenarnya ini menjijikan, tapi tak apalah aku pun tak diharuskan menjaga harga
diriku terlalu tinggi di hadapan namja tengil ini, toh memang faktanya aku ini
imut.
Mobilnya pun
berhenti tepat di depan café. Aku pun melepas sabuk pengaman yang dipakaikan Taehyung
tadi. Entah mengapa seketika aku menjadi
gugup, sekuat yang ku bisa mengumpulkan kembali puing-puing pikiran positifku
yang sejak tadi berhamburan entah kemana.
Jujur saja aku
tak pernah segugup ini, aku tidak ingat kapan terakhir kali aku merasa gugup.
Bahkan saat aku akan melakukan interview dengan Choi Seug Hyun –manager Choi
Corporation, salah satu perusahaan ternama di negeri ini. Bermodalkan otak yang
kubanggakan ini, aku sangat yakin dapat melalui interview dengan manager tampan
ini.
“Aku berani
taruhan kalau Yifan hyung tidak akan datang. Hahahaha “ Tawa Taehyung memecah
keheningan membuat gugupku semakin menjadi-jadi. Entah apa yang membuatnya
tertawa sekeras itu, kurasa tidak ada yang lucu dan tidak ada yang sedang
melakukan sesuatu yang lucu disini. Dia terlihat benar-benar mengejekku.
Menjengkelkan.
Kini tiga per
empat otakku telah dipenuhi kata-kata Taehyung tadi, seperempatnya lagi
memikirkan untuk menerima taruhannya. Dia yang menawarkan diri untuk mengantarku
bertemu dengan hyungnya tetapi dia juga yang meyakinkanku sekali lagi bahwa
hyungnya tidak datang. Apa-apaan ini, dia seperti mempermainkan perasaanku. Apa
dia dan hyung-nya telah menyusun suatu rencana untuk mempermainkanku? Kakak
beradik itu sama saja, bertindak seenaknya.
Aku pun membuka
pintu mobilnya, melangkahkan kaki keluar, enggan berlama-lama menghabiskan
waktu untuk memperdebatkan hal yang kurasa tidak perlu diperdebatkan dengan namja
tengil itu. Aku bukan tipe wanita yang suka dengan perdebatan karena aku tidak
pandai bermain kata dan logika. Salah sedikit saja bicara, dia akan tahu betapa
minimalisnya otakku sehingga membuatku terihat bodoh. Membuatku mati gaya saja.