KEBISINGAN
A. DEFINISI
Bunyi:
·
Perubahan tekanan dalam atmosfir
yang dapat dirambatkan dan dapat diterima telinga atau suatu getaran yang dapat
didengar oleh telinga.
·
Menurut Achmadi (1994) suara atau
bunyi merupakan bentuk gelombang getaran suara yang merambat sebagai gelombang longitudinal dalam medium padat, cair
dan gas.
Kebisingan:
·
Adalah suara/bunyi yang tidak
diinginkan atau suatu rangsangan pada telinga berupa getaran-getaran yang
melalui media elastis yang menghasilkan bunyi-bunyi yang tidak dikehendaki
·
Doelle (1993) menyatakan bahwa
bising adalah semua bunyi yang mengalihkan perhatian, mengganggu atau berbahaya
bagi kegiatan sehari-hari seperti bekerja, istirahat, belajar atau dapat
dikatakan bahwa bising adalah bunyi atau suara yang tidak diinginkan dan tidak
enak didengar
·
Kebisingan adalah semua suara yang
tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat, proses produksi dan atau
alat-alat yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran
(Kep Menaker Nomor:51/1999)
·
Menurut PERMENKES RI
No.718/MENKES/PER/XI/1987, kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak
dikehendaki sehingga mengganggu dan atau membahayakan kesehatan
·
Suatu kebisingan terdiri dari
campuran sejumlah gelombang sederhana dari beraneka frekuensi yang tidak dikehendaki
·
Bising di tempat kerja adalah semua
bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat produksi
di tempat kerja
Ø Ada 3 hal dalam kebisingan yang perlu diketahui:
- Frekuensi:
ü Adalah panjang gelombang suara
atau jumlah atau banyaknya getaran per detik ( tinggi rendahnya bunyi
ditentukan oleh frekuensi bunyi tersebut.
ü Satuan: Hertz ( Hz) atau cps = cycle per second
ü Frekuensi yang dapat didengar oleh manusia mulai 16 Hz s.d. 20.000 Hz
ü Frekuensi di bawah 16 Hz disebut Infra
sonic
ü Frekuensi di atas 20.000 Hz disebut Ultra
sonic
ü Bunyi merambat di udara dengan kecepatan 340 m/detik
ü Makin tinggi frekuensi makin pendek gelombang bunyinya
ü Ketulian terjadi pada 3.000 – 6.000 Hz
- Intensitas
ü Adalah besarnya tekanan yang dipindahkan oleh bunyi, makin besar
intensitas bunyi maka makin keras pula bunyi itu terdengar
ü Arus energi persatuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu logaritmis
yang disebut Decibell (dB)
ü Bunyi terlemah yang dapat terdengar oleh telinga adalah 0 dB
ü Bunyi terkuat adalah 130 dB
- Lama Terpajan
ü Berapa lama seseorang terpajan dapat dalam jam
ü Bagaimana intensitasnya apakah terus menerus, atau kadang-kadang.
Alat Ukur Kebisingan
Ø Alat untuk mendeteksi kebisingan adalah Sound Level Meter
Ø Didalam alat Sound Level Meter dilengkapi dengan 3 macam ukuran:
- Skala A: untuk mengukur respon karakteristik telinga untuk tingkat kebisingan rendah 35 – 135 dB
- Skala B: mengukur respon karakteristik telinga kebisingan sedang 40 – 135 dB
- Skala C: mengukur respon karakteristik telinga untuk kebisingan tinggi 45 – 135 dB
Ø Alat tersebut mampu mengukur intensitas kebisingan antara 30 – 130 db
dan frekuensi dari 16 - 20.000 Hz
B. JENIS KEBISINGAN
- Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (Steady State Wide Band Noise). Misalnya suara kipas angin, suara mesin, pembangkit tenaga listrik
- Kebisingan kontinu dengan spektrum yang sempit (Steady State Narrow Band Noise). Misalnya bunyi gergaji, bunyi katup-katup gas
- Kebisingan yang terputus-putus (Intermittent). Misalnya lalu-lintas kendaraan bermotor, bunyi kereta api, bunyi mesin pesawat udara.
- Kebisingan impulsif (Impact or Impulsive Noise). Misalnya pukulan palu, tembakan meriam, ledakan bom, bedil
- Kebisingan impulsif berulang misalnya pemasangan mesin tempa pada pemancangan tiang beton.
C. ANATOMI TELINGA
Dalam memahami gangguan pendengaran, maka sebelumnya perlu diketahui
dan dipelajari anatomi dan mekanisme pendengaran.
Alat
pendengaran adalah sepasang telinga
kanan dan kiri yang masing-masing terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1.
Telinga bagian luar.
2.
Telinga bagian tengah atau cavum
tymphani.
3.
Telinga bagian dalam atau
labyrinth.
Telinga Luar
Bagian-bagian
dari telinga luar adalah daun telinga dan saluran telinga (External auditory meatus). Daun telinga berfungsi untuk
mengumpulkan getaran-getaran dari luar/udara yang menghasilkan bunyi. Istilah
daun telinga dalam kedokteran adalah auricle
adalah organ tubuh yang terdiri dari tulang rawan elastin dan dilapisi
kulit
Liang telinga adalah saluran telinga berbentuk huruf S yang mempunyai
rata-rata 2 – 3 cm dengan diameter 0.75
cm yang berfungsi sebagai tempat berlalunya gelombang dan memperkeras suara
dengan cara beresonansi. Sepertiga bagian luar
terdiri dari tulang rawan dan dua pertiganya terdiri dari tulang.
Disepertiga luar saluran telinga
terdapat rambut yang berfungsi menahan debu dan kotoran, dan juga terdapat
kelenjar pembersih (kelenjar serumen) modifikasi dari kelenjar keringat yang
gunanya adalah agar saluran telinga licin atau tidak kering dan mencegah
masuknya serangga. Kelenjar pembersih ini terdapat hampir disepanjang saluran
telinga dimana disepertiga dalamnya hanya sedikit dijumpai kelenjar ini.
Sehingga di dalam saluran telinga sering dijumpai debu dan kotoran. Nama lain
dari saluran telinga adalah Meatus
acusticus externus yang akan menyalurkan getaran-getaran tersebut dari dasar
daun telinga kepada membran tymphani.
Kelainan telinga luar yang biasa terjadi adalah terjadinya tumor pada
liang telinga, sumbatan karena kotoran di liang telinga, benda asing di liang
telinga serta adanya peradangan.
Telinga Tengah
Telinga
bagian tengah terletak di dalam osteo temporale dan terdiri atas:
-
Cavum tympani
-
Recessus epi tympani.
Dalam cavum tympani
merupakan suatu ruangan yang berisi udara yang terbawa masuk melalui ductus auditorius yang bermuara di nasopharynx
di dalamnya terdapat tiga tulang pendengar yaitu malleus/tulang martil,
incus/tulang landasan, dan stapes/tulang sanggurdi yang secara berantai
melanjutkan getaran-getaran yang diterima membrana tymphani menuju bagian dalam
telinga.
Pada telinga tengah terdapat gendang telinga/selaput
telinga, adalah lapisan yang sangat tipis dan merupakan membrana yang halus
yang dapat rusak oleh suara bising yang terus menerus, ledakan atau perubahan
tekanan udara. Jika gendang telinga rusak atau robek makan akan terjadi
dislokasi dari tulang telinga. Untuk memperbaikinya dapat dilakukan dengan cara
dioperasi. Tulang martil/malleus menempel pada selaput telinga atau gendang
telinga.
Masalah yang paling sering terjadi pada telinga bagian
dalam ini adalah terkena infeksi, terjadi pertumbuhan yang abnormal (oto sclerose) yang penyebabnya tidak
diketahui dengan pasti tetapi diduga faktor heriditer.
Telinga Dalam
Telinga bagian dalam teridiri dari cochlea
(rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah canalis semisicularis. Ujung atau puncak cochlea disebut helikotrema.
Di dalam cochlea terdapat
spiral organ dari corti. Disini terdapat saluran-saluran yang saling
berhubungan yang dinamakan membrana labirynth
yang berisi cairan endolymph dan
sel rambut yang berfungsi untuk mengetahui dan
menganalisa
suara yang masuk kedalam telinga dan menerjemahkannya kedalam impuls syaraf
untuk diteruskan ke otak. Sel-sel rambut di dalam cochlea dapat rusak karena pertambahan usia, penyakit, obat-obatan
atau karena terpapar bising. Bagian lain dari telinga bagian dalam adalah membranous labyrinth yang berisi endolymphe.
D. MEKANISME PENDENGARAN
Gelombang suara yang tertangkap oleh telinga bagian
luar/daun telinga akan ditampung kemudian diteruskan ke membran tymphani melalui meatus
acucticus internus dan menyebabkan membrana tymphani tersebut ikut
bergetar.
Di telinga bagian tengah suara/getaran diterima oleh gendang telinga
sebagian dipantulkan dan sebagian lagi diteruskan ke tulang-tulang pendengaran
(malleus, incus dan stapes) dimana
akan terjadi resonansi (pengerasan suara).
Getaran akan diteruskan ketelinga bagian dalam, akibat getaran ini
terjadi gerakan bergelombang dari perilymphe
yang mana gelombang tersebut akan menjalar dari basic cochlea menuju apex
dan seterusnya ke canalis tymphani
dan berakhir pada foramen rotundum.
Gelombang yang ditimbulkan oleh cairan perlymphe akan menyebabkan distorsi membrana vestibularis (Reissener)
dan membran basilaris dari ductus cochlearis beserta isi ductus yaitu organon corti dan menyebabkan “
hair cell” terangsang. Impuls kemudian akan diteruskan ke otak melalui
ujung syaraf cochlearis sehingga
suara tersebut terdengar.
E.FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BERKURANGNYA
PENDENGARAN KARENA KEBISINGAN:
1.
Intensitas bising
Nada dengan 1.000 getaran perdetik atau 1.000 Hz dengan
intensitas 85 dB, jika diperdengarkan selama 8 jam tidak akan membahayakan.
2.
Frekuensi bising
Bising dengan frekuensi tinggi lebih berbahaya dari pada
bising berfrekuensi rendah
3.
Sifat bising
Bising yang didengar terus menerus lebih berbahaya dari
bising yang sifatnya terputus-putus.
4.
Waktu di luar lingkungan bising
Waktu kerja di lingkungan bising diselingi dengan bekerja
beberapa jam sehari di lingkungan tenang, akan mengurangi bahaya mundurnya
pendengaran. Karena kondisi lingkungan sekitar juga akan berpengaruh apakah
menambah atau mengurangi intensitas
bising yang diterima.
5.
Lamanya berada dalam lingkungan
bising
Semakin lama berada
dalam lingkungan bising, akan semakin bertambah bahaya untuk
pendengaran. NAB di Indonesia berdasarkan Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja
Nomor:KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Fisika di Tempat Kerja dengan
ketentuan sebagai berikut:
Tabel 1
Tingkat kebisingan dan Lama Pemaparan
No
|
Lama
Pemaparan Sehari
(jam)
|
Tingkat
Kebisingan
(dB)
|
1
|
8
|
85
|
2
|
4
|
88
|
3
|
2
|
91
|
4
|
1
|
94
|
|
(menit)
|
|
5
|
30
|
97
|
6
|
15
|
100
|
7
|
7.5
|
103
|
8
|
3.75
|
106
|
9
|
1.88
|
109
|
10
|
0.94
|
112
|
6.
Kepekaan individual
Kepekaan individual adalah tergantung dari kondisi
perorangan dan dipengaruhi juga oleh beberapa faktor seperti jenis kelamin, ras, penyakit kardiovaskular,
merokok, riwayat keturunan
7.
Umur
Orang yang berumur lebih dari 30 tahun akan lebih mudah
menjadi tuli akibat bising hal ini juga disebabkan karena pada usia tersebut
mulai terjadi penurunan dari pendengaran, (Encyclopaedia
of Occupational Health & Safety, 1983).
8.
Lama masa kerja
Seorang pekerja yang berada di lingkungan yang bising dan
bekerja 8 jam seharinya akan mengalami
gangguan pendengaran setelah yang bersangkutan berada di lingkungan tersebut
selama 3 – 4 tahun.
F. EFEK KEBISINGAN
1.
Auditor (Pengaruh terhadap pendengaran)
Pengaruh utama dari kebisingan adalah kerusakan pada indera
pendengaran dimana akan menyebabkan kerusakan yang bersifat progresif. Gejala
awal berupa kerusakan yang bersifat sementara dimana akan terjadi pemulihan
secara cepat bila terhindar dari kondisi bising. Pemulihan dapat berlangsung
lebih lama bahkan dapat terjadi kerusakan menetap bila tetap berada pada
suasana bising terus menerus.
Efek kebisingan pada indera pendengaran dapat berupa (Olishifski, 1994):
a. Adaptasi (reversible)
Jika kita memasuki ruangan yang bising, maka ambang
pendengaran kita akan naik, sehingga bising tidak akan mengganggu lagi. Setelah
meninggalkan ruangan bising itu, pendengaran kita menjadi kurang, lama kelamaan
akan normal kembali.
b. Persistent Threshold Shift.
Ini adalah meningginya ambang pendengaran lebih lama lagi.
Sekurang-kurangnya 48 jam setelah meninggalkan lingkungan bising itu,
pendengaran yang bersangkutan akan terganggu.
c. Temporary Threshold Shift
(TTS).
Bilamana seseorang masuk ke tempat kerja yang bising, maka mula-mula orang tersebut akan merasa terganggu dengan adanya kebisingan tadi. Namun, setelah beberapa jam berada di tempat tersebut, orang itu akan merasa tidak begitu terganggu lagi atau dengan kata lain orang itu telah mengalami ketulian. Namun bilamana orang itu keluar dari tempat kerja yang bising, daya dengarnya sedikit demi sedikit akan kembali seperti semula. Jadi gangguan pendengaran yang dialami sifatnya sementara. Waktu yang diperlukan untuk pemulihan kembali adalah berkisar dari beberapa menit sampai beberapa hari (3 - 7 hari).
d. Permanent Threshold Shift
(PTS).
Bilamana seorang pekerja
terpapar bising kembali sebelum pemulihan secara lengkap, maka akan
terjadi akumulasi sisa ketulian (TTS) dan bila hal ini berlangsung secara
berulang dan menahun, sifat ketulian itu akan berubah menjadi menetap
(permanen). PTS sering juga disebut NIHL (Noise
Induce Hearing Loss) dan NIHL ini umumnya terjadi setelah pemaparan 10
tahun atau lebih dan karena PTS ini terjadi perlahan-lahan, maka biasanya
penderita tidak menyadari bahwa dirinya telah menderita ketulian. NIHL adalah
ketulian yang bertambah secara perlahan-lahan setelah waktu yang lama sebagai
akibat terpajan bising dengan intensitas tinggi secara terus-menerus biasanya
disertai tinnitus (bunyi berdenging
pada telinga).
Contoh penurunan pendengaran yang permanen selain dapat
terjadi secara fisiologis dapat pula karena kebisingan:
-
Proses penuaan (Presbycusis)
-
Sociocusis: pemaparan yang konstan oleh
kebisingan yang tinggi (kerusakan sel syaraf kecil di dalam telinga dalam)
-
Trauma akustik: gangguan
pendengaran yang disebabkan oleh pemaparan tunggal terhadap intensitas
kebisingan yang sangat tinggi dan terjadi secara tiba-tiba sehingga terjadi
kerusakan pada telinga luar, gendang telinga sebagai contoh: ledakan bom. Pada
trauma akustik, dapat terjadi robekan pada membrana tympani, dislokasi atau
kerusakan pada tulang-tulang pendengaran dan sel-sel sensoris dari organon
corti sehingga gambaran audiogram pada trauma akustik sering menunjukan flat response (kombinasi tuli konduktif
dan perseptif/tuli syaraf).
2.
Non Auditor (pengaruh yang bukan terhadap pendengaran)
Adalah pengaruh kebisingan yang tidak berhubungan langsung
dengan sistem pendengaran, tetapi berpengaruh pada sistem kerja tubuh lainnya.
Adapun gangguan tersebut adalah
a. Gangguan Fisiologis
-
Pengaruhnya berupa gangguan faal
pernapasan, sistem kardiovaskuler, pencernaan, kelenjar, syaraf, sehingga efek
yang ditimbulkan dapat berupa: keadaan mudah tersinggung, cepat marah, perut
mual, kepala pusing, cepat merasa lelah, gangguan konsentrasi, penurunan daya
kerja, kontraksi pembuluh darah, pelebaran pupil, ketegangan otot, kehilangan
keseimbangan, mempercepat kelelahan
-
Kebisingan tinggi akan
meningkatkan ACTH dan kortikosteroid dengan akibat meningkatkan denyut jantung,
tekanan darah, frekuensi pernapasan, gangguan sistem pencernaan
b. Gangguan Daya Kerja
Kebisingan mempunyai efek merugikan pada daya kerja seperti
dapat terjadi kecelakaan ditempat kerja, absensi kerja, mengganggu efisiensi
dan produktivitas tenaga kerja, kenyamanan kerja, konsentrasi kerja, gangguan
komunikasi, tingkah laku.
G. JENIS KETULIAN (Boeis, 1997)
- Tuli Konduktif (Conductive Hearing Loss)
Adalah
gangguan transmisi suara di telinga bagian luar dan tengah. Penyebabnya adalah:
kekauan stapes, distruksi dari tulang
pendengaran, penebalan membran timphani akibat infeksi kronis, atau disebabkan
radang telinga tengah akut/menahun (Otitis Media Acuta/Chronica).
- Tuli Perseptif (Sensorineural Hearing Loss)
Tuli yang disebabkan kelainan pada telinga bagian dalam (pada syaraf
pendengaran). Penyebabnya adalah dapat berupa:
-
Degenerasi toksik persyarafan yang
disebabkan karena obat (streptomycin,
quinine, neomycin)
-
Tumor pada nervous acusticus
-
Infeksi otak (meningitis, encephalitis)
-
Virus (mumps)
-
Gangguan vaskular pada pusat otak
(medula oblongata)
- Mixed Hearing Loss
Merupakan kerusakan gabungan pada komponen konduktif dan sensorik
- Central Hearing Loss
Kerusakan pada susunan syaraf pusat (otak) pada nucleus auditory dan cortex
otak. Gejala yang sering ditimbulkan adalah sulit mengintepretasikan apa yang
didengar
- Psychogenic Hearing Loss
Kelainan non organik sehingga pada pemeriksaan ditemukan gejala berupa
keadaan pura-pura atau tidak jujur
H. PENGENDALIAN KEBISINGAN
Program pengendalian kebisingan
harus dilakukan terhadap tiga unsur utama dari kebisingan yaitu pada sumber
kebisingan/energi, jalur transmisi,
penerimanya dan administrasi.
1.
Pada sumber (Noise Sources)
Melakukan Engineering control; memodifikasi tata
letak peralatan yang menimbulkan bising, meredam getaran, memfiksasi alat,
mengganti dengan peralatan baru, memperbaiki disain akustik, melakukan
perawatan mesin, merubah metode proses kerja
- Transmisi
-
Memperpanjang jarak antara sumber
dan penerima, dibuat penghalang/sekat/pembatas.
-
Umumnya pembatas terdiri dari
selubung berlapis 2 ditengahnya diisi dengan bahan isolasi akustik setebal
50-100 mm yang terbuat dari serat gelas, mineral wool atau polyurethana
-
Memasang peredam getaran antara
mesin dan lantai
- Penerima (mengurangi bunyi yang diterima pekerja)
Bila semua upaya untuk mengatasi kebisingan di daerah kerja masih belum
dapat menurunkan kebisingan di bawah nilai ambang batas yang diperkenankan,
maka harus dilakukan perlindungan terhadap pekerja dengan menggunakan alat
pelindung telinga
Pemakaian alat pelindung telinga pada pekerja seperti (Barbara 1996):
- Ear plug/Aural Insert (sumbat telinga)
-
Dapat menurunkan intensitas bising
sebesar 25 – 30 dB
-
Dapat satu kali pemakaian (Formable)
-
Terdiri dari 2 material terpisah
yang akan mengeras setelah dicampur (Custom
molded)
- Ear muff /Circumaural ( penutup telinga)
-
Menurunkan intensitas bising
sebesar 30 – 40 dB
-
Dapat menutupi seluruh daun
telinga, keringat akan membuat seal
dari earmuffs mengeras
- Helm Type protector
Alat yang menutupi kepala kecuali muka dibagian dalam
dilengkapi dengan ear muff dan earphone cushions
- Superaural/Canal Caps
Menutup lubang telinga dengan menggunakan karet yang diletakkan
pada head band yang mana akan menekan
kedalam lubang telinga
- Pengendalian Administratif
-
Setiap prosedur yang bertujuan
untuk membatasi pemaparan bising melalui pengendalian rencana kerja misalnya
rotasi pekerja, pengadaan ruang kontrol, pengaturan jam kerja, pergantian shift
atau jam kerja, menempatkan pekerja jauh dari sumber bising,
membatasi/mengurangi jam kerja, penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan yang
terkait
-
Pengendalian melalui penraturan
dan perundang-undangan
- Pengendalian berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.KEP-51/MEN/1999, 16 April 1999 tentang NAB Kebisingan
- Zona bising menurut DepKes
1.
Zona A: rumah sakit, tempat
perawatan, tempat sosial: 35 – 45 dB
2.
Zona B: perumahan, pendidikan,
rekreasi: 45- 55 dB
3.
Zona C: perkantoran, pertokoan,
perdagangan, pasar: 50 – 60 dB
4.
Zona D: industri, stasiun kereta
api, terminal: 60 – 70 dB
- Intensitas bising berdasarkan International Air Transportation Association (IATA)
1.
Zona A: intensitas > 150 dB
daerah berbahaya harus dihindari
2.
Zona B: 135 – 150 dB individu yang
terpapar perlu memakai ear muff dan ear plug
3.
Zona C: 115 – 135 dB perlu memakai
ear muff
4.
Zona D: 100 -- 115 dB perlu
memakai ear plug
I. INTENSITAS BISING PADA INDUSTRI
- 85 – 100 dB: Pabrik tekstil, gergaji mekanis, bor listrik, mesin penggilingan
- 100 – 115 dB: Pabrik pengalengan, ruang ketel
- 115 – 130 dB: Mesin disel besar, mesin turbin, pesawat terbang dengan mesin turbo, kompresor, sirine
- 130 – 160 dB: Mesin jet, roket, peledakan
J. PEMERIKSAAN KETAJAMAN PENDENGARAN
a. Test Dengan Menggunakan Garpu Tala.
- Cara Weber
Pada pemeriksaan ini dipakai garpu tala berfrekuensi 256 Hz.
pertama-tama garpu tala digetarkan dengan cara mengetukkan benda yang keras,
kemudian garpu tala diletakkan pada vertek yang diperiksa. Pada orang yang
normal pendengarannya, yang mana getaran tersebut terdengar sama kerasnya pada
kedua telinga. Apabila bunyi garpu tala terdengar lebih keras pada salah satu
telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat
dibedakan kearah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak
ada lateralisasi.
- Cara Rinne
Pada pemeriksaan ini, dilakukan perbandingan hantaran udara dengan
hantaran tulang. Pada orang normal
pendengarannya, hantaran udara lebih panjang daripada hantaran tulang. Caranya yaitu; alas garpu
tala yang sudah digetarkan diletakkan pada processus
mastoideus orang yang akan diperiksa. Kemudian ditanyakan apakah garpu tala
tidak terdengar lagi, setelah itu garpu tala dipindahkan ke depan telinga
luarnya (meatus acusticus externus).
Pada orang normal, getaran masih terdengar ke arah depan telinga
luarnya, kondisi ini disebut Rinne positif. Bila getaran garpu tala tidak
terdengar, maka hal ini disebut Rinne negatif, artinya ada kelainan hantaran
udara (tuli konduktif)
- Cara Schwabch
Pada pemeriksaan ini, dilakukan perbandingan hantaran tulang pada yang
akan diperiksa dengan hantaran tulang pemeriksa yang dianggap mempunyai
hantaran tulang normal. Garpu tala yang telah digetarkan diletakkan pada processus mastoideus yang diperiksa.
Setelah getaran garpu dinyatakan tidak terdengar lagi, garpu tala dipindahkan
ke processus mastoideus pemeriksa.
Bila pemeriksa juga tidak mendengar lagi getaran garpu tala tersebut, maka
disebut Schwabach sama. Bila yang diperiksa masih mendengar suara garpu tala,
maka disebut Schwabach memendek, artinya yang diperiksa menderita kelainan
syaraf (tuli perseptif)
b.Tes Audiometer
Pemeriksaan audiometer dilakukan dalam
kamar khusus (sound proof room).
Frekuensi yang digunakan adalah 125, 250, 500, 750, 1.000, 2.000, 3.000, 4.000,
6.000, 8.000 Hz dengan intensitas 0 – 100 dB (A).
Penderita yang akan diperiksa diminta
duduk di dalam kamar khusus yang mempunyai jendela kaca sehingga bisa terlihat
dari luar oleh pemeriksa. Sebelumnya penderita telah diberi petunjuk bahwa
apabila mendengar sesuatu nada maka penderita diminta untuk mengangkat
tangannya dan menurunkannya kembali sesudah nada tadi tidak terdengar lagi. Earphone warna merah pada telinga
sebelah kanan dan yang warna biru pada telinga sebelah kiri, kemudian pintu
kamar khusus tersebut ditutup. Intensitas atau tingkat kebisingan diatur pada 0
dB dan kontrol frekuensi misalnya pada 500 Hz. Kemudian tingkat kebisingan
dinaikkan setiap kali sebesar 5 dB sampai ada tanda bahwa penderita mendengar
sesuatu nada, selanjutnya perhitungan dapat dimulai. Bila nada tidak terdengar
lagi, maka tingkat kebisingan dinaikkan lagi 5 dB, demikian seterusnya mulai
dari 500 Hz sampai 8.000Hz. Kemudian response yang didapat pada tingkat
tertentu dicatat pada kartu yang telah disediakan. Untuk telinga kanan response
dicatat dengan tanda 0 memakai warna merah, dan untuk response telinga kiri
dengan tanda X memakai warna biru. Hasil gambaran dari pemeriksaan audiometer
disebut audiogram.
Ada juga jenis
audiometer yang dilengkapi alat yang dapat mencatat sendiri gambaran
audiogramnya secara otomatis pada kertas yang sudah disediakan.
Menurut American National Standard Institute/ANSI) mengatakan bahwa
gangguan pendengaran karena kebisingan terdapat pada frekuensi 3.000 Hz, 6.000
Hz dan terutama pada frekuensi 4.000 Hz.
K. KELUHAN-KELUHAN YANG SERING TERJADI
- Gangguan pendengaran
-
keluhan pada satu/kedua telinga
-
timbulnya tiba-tiba/bertambah
secara bertahap
-
ada riwayat trauma
-
pemakaian obat/penyakit
- Suara berdenging/Tinnitus
-
dapat berdenging di satu/kedua
sisi telinga
- Rasa pusing yang berputar/vertigo
-
apakah disertai rasa mual, muntah
-
apakah ada penyakit yang diderita
- Rasa nyeri dalam telinga/Otalgia
-
dapat berasal dari radang di gigi,
sendi, tonsil, pharingitis
- Keluar cairan dari telinga/Otore
-
sekret/cairan keluar dari satu/dua
sisi telinga
-
sekret yang sedikit biasanya
berasal dari infeksi telinga luar
-
sekret yang banyak umumnya berasal
dari infeksi telinga tengah
-
bila bercampur darah dicurigai
adanya infeksi akut yang berat atau adanya tumor
-
bila yang keluar adalah cairan
jernih waspada adanya cairan otak yang keluar
DAFTAR PUSTAKA
Beaglehole, R, Bonita R, Kjellstrom,T,
Epidemiologi Principle Book 1-3, WHO,
Geneva, 1993
Canter, W, Larry, Environmental Impact Assessment,New York, Mc Graw-Hill, Series in
Water Resources and Environmental Engineering, 1977
Dit.Jen. PPM & PLP, Kebisingan dan Pengawasan Ditinjau dari
Sudut Peraturan Perundang-undangan, Depkes RI, Jakarta, 1995
Dit.Jen. PPM & PLP, Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan, Depkes
RI., Jakarta 1995
Kryter, Karl D, The Effect of Noise on Man, Academic Press, Inc, NY, 1985
Iskandar, Nurbaiti, Buku Ajar Telinga Hidung Tenggorok,Jakarta,
FKUI, 1933
3 komentar:
hermes belt
air jordan
adidas stan smith shoes
louboutin shoes
yeezy 700
yeezy boost 350 v2
kevin durant shoes
cheap jordans
off white clothing
kyrie 3
website link bags replica ysl useful link Valentino Dolabuy i loved this Dolabuy Bottega Veneta
w1m08b6p54 w2a24t0t30 b4j51b4t29 v8r25q9z28 e0h64h7n25 q2d81g3d44
Posting Komentar